BPKN Tanyakan Solusi Bagi Konsumen Terdampak PSBB di HARKONAS 2020

Pinterest LinkedIn Tumblr +

Ketua BPKN RI, Ardiansyah.

RadarOnline.id, JAKARTA –  Hari Konsumen Nasional setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 April, Peringatan Hari Konsumen Nasional sebagai momentum bagi konsumen, pelaku usaha, Pemerintah dan lembaga konsumen untuk saling mengingatkan: 

1. Konsumen,  dingatkan untuk membangun kesadaran konsumen atas hak-haknya. 

2. Pemerintah dan pemerintah daerah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen, bahwa mereka adalah penanggung jawab penyelenggaraan perlindungan konsumen. 

3. Pelaku usaha, pelaku usaha harus jujur, bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam UUPK pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha. 

4. Lembaga perlindungan konsumen lainnya seperti BPKN, diingatkan apa saja tugas dan tanggung jawabnya dalam rangka perlindungan konsumen, demikian juga masyarakat yang terhimpun dalam LPKSM. 

“Upaya membangun integritas perlindungan konsumen tidak bisa dilakukan secara sendirisendiri, perlu visi, kolaborasi, dan langkah aksi yang seiring para pemangku amanah dan pemangku kepentingan perlindungan konsumen di Indonesia,” ujar Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Ardiansyah.

Saat ini kita tahu Indonesia sedang mengalami wabah virus Covid-19 yang mana virus tersebut telah menjangkit begitu cepatnya, demi mengatasi dampak penyebaran Covid-19 di Indonesia, Pemerintah telah memutuskan untuk membuat Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kadaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), keputusan Presiden ini didasarkan pada Undang-undang No. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan. Berdasarkan Pasal 1 ayat 11 UU tersebut yang dimaksud dengan PSBB yakni pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. 

Penetapan pembatasan sosial ini berdampak pada masyarakat khususnya masyarakat kelas bawah, oleh sebab itu Presiden menetapkan 6 (enam) program jaring pengaman sosial sebagai upaya menekan dampak wabah COVID-19 di masyarakat yang salah satu diantaranya adalah keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal seperti ojek daring, sopir taksi, pelaku UMKM serta nelayan. Pemerintah mengeluarkan juga Peraturan Otoritas Jasa Keuangan RI Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 dan Penawaran restrukturisasi/keringanan oleh Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia yang dirilis dalam OJK Update No. 04C/SPI (Perusahaan Pembiayaan), hal ini perlu dilakukan guna menghindari peningkatan risiko kredit perbankan akibat penurunan kinerja dan kapasitas debitur (Konsumen) untuk memenuhi kewajiban pembayaran kredit atau pembiayaan, 

Ardiansyah menyampaikan, “Mempertimbangkan beberapa hal tersebut diatas maka perlunya penetapan aturan dan petunjuk teknis sebagai pedoman bagi masyarakat terutama para pekerja informal yang terdampak penyebaran COVID-19 dalam mengajukan proses restrukturisasi pembayaran kredit kepada lembaga jasa keuangan nonbank khususnya lembaga pembiayaan, karena POJK Nomor 11/POJK.03/2020 hanya mencakup lembaga perbankan saja. Dan perlu adanya sosialisasi POJK kepada seluruh lembaga pembiayaan serta masyarakat/konsumen mengenai teknis pelaksanaan agar mengerti tata cara pengajuan relaksasi tersebut”. 

Sebagai salah satu fungsi BPKN adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam upaya mengembangkan Perlindungan Konsumen, Anna Maria Tri Anggraeni selaku koordinator komisi penelitian dan pengembangan menambahkan,”BPKN telah memberikan masukan untuk pemerintah sebagai upaya perbaikan perlindungan kepada konsumen, dalam hal ini BPKN telah memberikan rekomendasi kepada OJK, dengan nomor Rekomendasi: 04/BPKN/REKOM/4/2020, tanggal: 13/4/2020, perihal perlunya juknis restrukturisasi kredit bagi debitur terdampak wabah COVID-19″. 

Berikut beberapa masukan BPKN kepada OJK dalam rangka peningkatan efektivitas penyelenggaraan perlindungan konsumen khususnya dibidang Layanan Jasa Keuangan Non Bank Pembiayaan Konsumen: 

1.  Segera menetapkan peraturan relaksasi kredit dan pembiayaan bagi debitur lembaga jasa keuangan non bank, dalam hal ini lembaga pembiayaan, untuk memberi kepastian hukum baik bagi debitur (konsumen) maupun lembaga pembiayaan; kecuali pada saat Rekomendasi ini diterima, OJK sudah menerbitkan peraturan tersebut. 

2.  Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga pembiayaan dalam melaksanakan kebijakan relaksasi dan/atau restrukturisasi kredit yang telah ditetapkan. 

3. Segera menerbitkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dari pelaksanaan kebijakan relaksasi dan/atau restrukturisasi kredit tersebut. 

4. Mengutamakan pemberian restrukturisasi kredit atau pembiayaan UMKM termasuk kendaraan bermotor mengingat banyaknya jumlah pengemudi yang memiliki kredit atau pembiayaan dan terdampak wabah COVID-19. 

POJK sudah dibuat sesuai arahan Presiden tetapi dilapangan Konsumen maupun Lembaga Pembiayaan masih belum jelas teknis pelaksanaannya, BPKN mendorong agar teknis pelaksanaannya jelas dan perlu ada sosialisasi, jangan hanya sekedar wacana atau aturan yg sekedar menghibur Konsumen “BPKN berharap langkah/kebijakan pemerintah menghadapi pandemi Covid-19 melalui beberapa kebijakan yang diambil bisa memberikan solusi yang bijak untuk masyarakat/konsumen, dan rekomendasi yg telah dikirim oleh BPKN bisa ditindaklanjuti sebagai solusi kebijakan pemerintah dalam melindungi konsumen.”, Pungkas Ardiansyah. 

EDISON MUNTHE

Share.

About Author

Leave A Reply