RadarOnline.id, DELI SERDANG – Ribuan warga Pasar IV-XI Desa Helvetia dan Desa Manunggal Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, berjaga-jaga dalam upaya mempertahankan tiap jengkal lahan miliknya dari “penyerobotan” PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) II Deli Serdang, Senin (09/06).
PTPN II tiba-tiba mengklaim lahan warga itu miliknya, padahal warga masyarakat setempat sudah puluhan tahun (sejak 1998) mendiami lahan itu dan juga dijadikan sebagai tempat bercocok tanam.
Oleh karena itu mereka berbondong-bondong untuk mengusir aparat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan melakukan pengukuran dan pencarian titik kordinat. “Tanah milik kami diukur-ukur, iya marahlah kami. Semua warga tentu saja siap mempertahankan hak kami apapun taruhannya,” ujar salah seorang warga Pasar IV, Rabu (10/06).
Menurut penasihat hukum Aliansi Tani Bersama Labuhan Deli, Ramses Kartago SH didampingi Peri Sijabat SH, lokasi atau areal yang diklaim PTPN II sebagai miliknya sudah ditempati atau didiami ribuan jiwa warga secara terus menerus dan tidak terputus sejak tahun 1998. Sejak itu hingga saat ini tanpa pernah juga mendapat larangan atau teguran dari PTPN II, Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah termasuk Camat dan Desa.
Oleh karenanya, di lokasi telah tinggal kurang lebih 4.367 KK dan berdiri 26 Masjid/Musollah, 3 Pondok Pesantren, 28 Gereja, 4 Vihara/Klenteng, 8 Sekolah Swasta (PAUD, TK, SMP, SMA), Sekolah SMA Negeri 1 Labuhan Deli, SMP Negeri 1 Labuhan Deli, Puskemas 2 Unit, 8 unit TPU, Kantor Camat Labuhan Deli, Kantor Desa Manunggal dan yang lainnya.
Belakangan secara tiba-tiba PTPN II mengklaim areal tersebut miliknya berdasarkan SHGU No. 111/Kebun Helvetia. Namun ketika diminta warga untuk ditunjukkan PTPN II tidak dapat memperlihatkan SHGU-nya. Bahkan tidak tahu titik kordinat, letak dan batas-batas tanahnya.
Pernyataan PTPN II yang menyebutkan warga sudah disomasi dibantah pula oleh warga. Masyarakat belum pernah menerima somasi baik dari PTPN II atau kuasanya. Surat dikirim yang mengaku sebagai pengacara PTPN II hanya berupa surat pemberitahuan, bukan somasi, dan pengacara hanya mendapat kuasa dari Manager kebun Helvetia yang bernama Ir Fahrizal dan bukan dari Direktur sehingga tidak mempunyai kapasitas.
“Kami sudah menanggapi surat tersebut, bukan mempersoalkan penguasaan warga atas tanah PTPN II,” kata Ramses, Rabu (10/06).
Menurut Ramses, mereka selaku kuasa hukum warga sudah mengajukan surat keberatan kepada BPN Deli Serdang untuk membatalkan atau mencabut Sertikat HGU No. 111/Kebun Helvetia dengan ditembuskan ke Bupati Deli Serdang, Kapolda Sumatera Utara, Kapolres Pelabuhan Belawan dan lain-lainnya.
Ramses mengingatkan pihak-pihak terkait tentang Surat Kepala Kementerian Agraria Kepala BPN No. 500-4352, tanggal 14 Oktober 1999 kepada Kakanwil BPN Provinsi dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia tentang Penyampaian Peraturan Menteri Agraria /Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, yang mengisyaratkan apabila dalam hal permohonan pembatalan hak dalan proses penelitian, maka tanah dan buku tanah dalam keadaan status Quo. Sehingga tidak dapat dilakukan tindakan hukum apapun di atas lahan areal sengketa.
Pembela berharap PTPN II dan BPN memahami hal ini. Aparat Kepolisian pun diminta agar mengayomi dan memberi perlindungan hukum kepada warga setempat tanpa kecuali.
Ramses menduga sertifikat HGU No. 111/Kebun Helvetia cacad hukum administrasi (cacad hukum), karenanya Aliansi Tani Bersama Labuhan Deli dan pemuka agama serta tokoh-tokoh masyarakat akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan SHGU No. 111/Helvetia tersebut.
Selain itu, Aliansi Tani Bersama Labuhan Deli juga sudah berkirim surat mohon keadilan dan perlindungan hukum kepada Presiden Jokowi, Panglima TNI, Kapolri, Kapoldasu, Pangdam I BB, Dandim 0201 dan Kapolres Pelabuhan Belawan.
“Kami dan warga meminta Pak Presiden Jokowi benar-benar mempertimbangkan nasib ribuan jiwa warganya di lokasi tersebut. Jangan sampai hanya karena sekelompok pengusaha nakal ribuan atau bahkan puluhan ribu warga menjadi terlantar, tak punya lahan bercocok tanam dan yang lebih menyedihkan lagi tak punya rumah tempat berlindung dari terik matahari serta guyuran air hujan,” ungkap Ramses.
THOMSON