Aktualisasi Hak Atas Kenyamanan, Keamanan, dan Keselamatan Dalam Bertransaksi Melalui E-Commerce

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, JAKARTA – Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi peningkatan pengaduan mengenai penyalahgunaan akun ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Tercatat ada 93 Pengaduan konsumen sejak tahun 2018 – 2020 dengan permasalahan yang disampaikan terkait kerugian dalam bertransaksi di e-commerce.

Pokok masalah yang diadukan mayoritas mengenai phishing dan penyalahgunaan akun melalui OTP. Persoalan phishing dan penyalahgunaan akun yang terjadi di beberapa platform e-commerce menjadi permasalahan yang didominasi oleh konsumen. Pada pengaduan phising, seller pada platform e-commerce mengirimkan tautan yang menyerupai website platform dengan menghubungi ke nomor telepon pribadi konsumen.

Sementara pada pengaduan penyalahgunaan akun ini terjadi pada konsumen pengguna multipayment dimana seseorang mengirimkan kode One Time Password (OTP) yang kemudian menyalahgunakan akun dengan membuat transaksi ke platform e-commerce menggunakan akun pengguna tersebut.

Konsumen merasa dirugikan akibat perbuatan seller merchant yang tidak beritikad baik dalam bertransaksi dengan mencuri data pribadi konsumen dan tidak bertanggungjawab.

Sejak wabah pandemi Covid-19 meluas di Indonesia dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diterapkan di berbagai daerah mengubah pola konsumsi masyarakat yang menjadikan nilai transaksi ecommerce meningkat drastis. Perilaku konsumen paling besar yaitu dalam hal Belanja Online, dimana menurut Analytic Data Advertising (ADA) aktivitas belanja online naik 400% sejak Maret 2020 akibat pandemi ini.

Hal ini dinilai menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mengatur keberadaannya. Bank Indonesia (BI) mencatat, transaksi pembelian lewat e-commerce pada bulan Maret 2020 mencapai 98,3 juta transaksi. Angka itu meningkat 18,1% dibanding dengan Februari. Tak hanya itu, total nilai transaksinya pun meningkat 9,9% menjadi Rp 20,7 triliun dari bulan Februari 2020.

Di era digital saat ini, masyarakat dengan mudahnya melakukan transaksi virtual dalam berbelanja, contohnya cash on delivery (COD), e-wallet, rekening bersama, transfer, dan kartu kredit.

Vivien Goh selaku Komisioner BPKN bidang Advokasi menyampaikan “E-commerce semakin penting dilihat perkembangannya baik di saat Covid-19 maupun pasca covid-19 bahwa e-commerce tidak lagi melihat batas – batas wilayah, pergerakan barang jasa menuntut agar hak – hak kenyamanan, keamanan,dan keselamatan konsumen dalam bertransaksi mampu dijaga oleh otoritas yang menangani bidang tsb dan juga harus dibarengi oleh hadirnya perangkat – perangkat hukum dan regulasi yang menimbulkan rasa aman bagi para konsumen untuk melakukan transaksinya melalui jalur e-commerce, jika transaksi tidak dilakukan, maka menurunnya nilai transaksi maka sumbangan transaksi terhadap pertumbuhan ekonomi juga semakin melemah, hal inilah yg perlu kita dorong apabila pandemi telah selesai dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi meningkat.”

Hal lain disampaikan Frida Adiati selaku Komisioner BPKN bidang Advokasi, “Dari segi Pemerintah sudah sejauh mana rambu – rambu pengawasannya, dasar hukum yang sudah melindungi konsumen dan pemulihan yang dibuat atas hak – hak konsumen yang memiliki komplain pulih, Beberapa regulasi telah dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengatur transaksi di e-commerce dalam rangka melindungi konsumen, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE) serta peraturan turunan yang menguatkan hal-hal yang belum diatur. Harapan dari beberapa regulasi ini adalah untuk menertibkan para pelaku usaha e-commerce dan mewujudkan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan bertransaksi bagi konsumen”

Riki Arif Gunawan dari Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika menyampaikan bahwa, ”ada 7 prinsip perlindungan data pribadi, yaitu Persetujuan, Kontrak, Kewajiban Hukum, Kewenangan, Kepentingan Publik, Keselamatan Virtual dan Kepentingan sah Lainnya. “Data pribadi dapat bocor jika PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) tidak peduli dengan kewajiban regulasi, rendahnya awareness Pimpinan organisasi tentang pentingnya Pelindungan Data Pribadi, Ketidaktahuan pegawai (internal threat) karena tidak mendapat training yang cukup, kesengajaan pengawai untuk mengumpulkan/mencuri data untuk kepentingan pribadi dan Kapasitas attacker yang melebihi kemampuan sistem pengamanan data yang diterapkan.”

Tugas BPKN dalam transaksi e-commerce ini adalah menjaga kehadiran Negara dalam melindungi transaksi berbasis digital yang dilakukan oleh konsumen. Konstitusi negara Republik Indonesia mengamanatkan untuk “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia”.

Dalam konteks tersebut maka perlindungan segenap tumpah darah diartikan sebagai menjaga keamanan, keselamatan, kesehatan, kenyamanan masyarakat sebagai konsumen. Berkenaan dengan hal tersebut, upaya perlindungan konsumen nasional, yang harus dibaca sebagai upaya perlindungan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan bagi bangsa Indonesia.

”Kita harus berdaulat dalam situasi seperti ini, ternyata digital ekonomi sudah dipercepat. Semua aktivitas di dunia sudah mengarah ke dunia digital. Oleh karena itu masing – masing negara harus berdaulat melindungi kemungkinan – kemungkinan yang timbul akibat kerugian – kerugian dalam rangka memanfaatkan teknologi yang sangat membantu apabila salah menggunakannya bisa merugikan diri sendiri. Tegakan yang ada, yang belum diatur, aturlah hal – hal yang penting bagi kepentingan kita. Jangan khawatir dengan tekanan/ancaman dari luar. Apapun yang kita lakukan harus bersatu melindungi masyarakat Indonesia/konsumen Indonesia yang dapat merugikan dari berbagai hal”, pungkas Ardiansyah disela penutup acara webinar FGD.

EDISON MUNTHE

Share.

About Author

Leave A Reply