RadarOnline.id, SURABAYA –
Sidang lanjutan perkara memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik, dengan terdakwa Henry Jocosity Gunawan dan istrinya Iuneke Anggraini, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Surabaya dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Selasa (10/12).
Dari pantauan di ruang sidang, hakim dan jaksa membeberkan alat bukti perbuatan kedua terdakwa dalam kasus pemalsuan keterangan pernikahannya yang justru diungkap dari eksepsi tim penasehat hukumnya. Salah satunya terkait foto-foto pernikahan adat kedua terdakwa yang dilangsungkan tanpa adanya tokoh adat Tionghoa.
” Tidak libatkan kepala adat?, Kalo upacara adat itu ada kepala adatnya atau kepala sukunya,” tanya Mashuri Effendi selaku hakim anggota pada kedua terdakwa.
” Itu adat chinese, Pak,” jawab Henry.
“Ya mau adat apa kek, ini Indonesia. Anda orang Indonesia kan. Ya mau adat chinese mau adat apa itu oke, tapi jangan mengada-ada. Kalo adat batak yang saya tahu. Dapat Gelar juga ada upacaranya,” timpal Hakim Mashuri Effendi yang disambut kata diam dari terdakwa, Henry.
Sedangkan saat ditanya hakim Mashuri Effendi mengapa tidak melangsungkan pernikahan secara hukum, Terdakwa Iuneke mengaku saat itu beda agama.
“Saya masuk agama Budha saat menikah secara agama Budha,” jawab Iuneke.
Sedangkan waktu ditanya ketika menandatangani kedua akta otentik tersebut, apakah kedua terdakwa sudah melakukan pernikahan secara agama Budha, Terdakwa Iuneke mengaku belum.
“Belum, waktu tanda tangan akta itu, baru menikahnya secara agama 2011,” ungkap Iuneke.
Selain masalah pernikahan adat, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ali Prakoso juga mengungkap soal Kartu Keluarga (KK) milik kedua terdakwa yang juga dijadikan alat bukti saat tim penasehat hukumnya mengajukan eksepsi.
Diungkapkan JPU Ali Prakoso, Dalam KK yang diterbitkan Kantor Dispendukcapil Tahun 2007 tersebut, Terdakwa Henry tertulis sebagai kepala keluarga, sedangkan Iuneke tertulis sebagai istri dan tinggal di Jalan Panglima Sudirman Nomor 55 Surabaya.
“Ini di KK tahun 2007, disini ditunjukkan Pak Henry sebagai kepala keluarga dan Bu Iuneke sebagai istri. Benar ya di KK tahun 2007 ini tanda tangan bapak. Jadi di 2007 pun di KK bapak sudah menyatakan sebagai kepala keluarga henry dan istri Iuneke,” tanya JPU Ali Prakoso pada terdakwa Henry.
“Tidak ingat,” jawab Terdakwa Henry.
Namun saat ditanya soal tanda tangan dalam KK tersebut, Terdakwa Henry membenarkannya.
“Ya, kurang lebih iya,” kata terdakwa Henry.
Keterangan terdakwa terkesan saling bertolak belakang dan tidak konsisten tentang perkawinan yang sebenarnya terjadi. Persidangan perkara pemalsuan keterangan ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis (12/12) lusa, dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari JPU Ali Praksoo.
“Pembelaan saudara hari Senin tanggal 16. Pemeriksaan saudara sudah selesai. Sidang dinyatakan ditutup,” kata hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.
Terpisah, JPU Ali Prakoso mengatakan kasus yang menyeret Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) dan istrinya sebagai pesakitan ini semakin gamblang atas bukti KK yang diungkapnya saat pemeriksaan kedua terdakwa.
“Di KK itu sudah jelas, mereka itu mengaku sebagai suami istri. KK tersebut tahun 2007 ketika mereka masih tinggal di Jalan Panglima Sudirman Nomor 55 Surabaya,” terangnya, saat dikonfirmasi usai persidangan.
Dengan KK tersebut, JPU Ali Prakoso meyakini Notaris Atika Ashiblie juga terkecoh dengan dokumen yang diserahkan terdakwa saat membuat dua akta otentik berupa pengakuan hutang dan personal guarantee.
“Jadi notaris pun mungkin terkecoh dengan data data atau dokumen yang diserahkan mereka. Mereka juga ngomong KTP nya sudah suami istri, KK yang dilampirkan dalam eksepsi mereka, Henry selaku suami, Iuneke selaku istri,” pungkasnya.
Untuk diketahui kronologis perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee. Namun faktanya, mereka baru resmi menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
HARIFIN