Keterangan Saksi Ahmad Bahtiar Beratkan Terdakwa Rian dan Yanuar, Kuatkan Dakwaan Jaksa

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, JAKARTA – Keterangan saksi Ahmad Bahtiar telah membuktikan terdakwa I, Rian Pratama Akbar dan Terdakwa II, Yanuar Rezananda telah melakukan pelanggaran Pasal 378, 374 KUHP tentang perbuatan tipu gelap dan pengelapan dalam jabatan sebagaimana dalam dakwaan Jaksa.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rico Dibiyo dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara pada sidang itu menghadirkan 9 saksi yang memberatkan bagi terdakwa Rian Pratama Akbar dan Yanuar Rezananda, ke ruang persidangan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa (26/9/2024).

Sembilan saksi yang dihadirkan itu masing-masing Saksi Tami Abadi Tios, (Direktur Sales Marketing) PT. Kencana Hijau Bina Lestari (KHBL), Ahmad Bahtiar (Head Of R&D), Linda Perdana Putri, Tjung Henny Herawati (Pinance), Nuriyanto ST, dan Aldi Admirally dari PT. Kencana Hijau Bina Lestari, sementara saksi Bob Elvandy dan Dwi Santoso dari PT Beo Era Orien (PT. BEO).

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pimpinan Hakim Ketua  SYOFIA MARLIANTI TAMBUNAN, S.H., M.H., dengan Hakim Anggota Hotnar Simarmata, SH, SH dan Dian Erdianto, SH, MH memeriksa saksi Ahmad Bahtiar dari PT. KHBL. Ahmad Bahtiar juga masuk dalam tim pengadaan Mesin Hot Melt Adhesive (HMA) merupakan saksi kedua yang diperiksa dipersidangan setelah sebelumnya pemeriksaan saksi Tami Abadi Tios (Direktur Sales Marketing) PT. KHBL.

Yang mengawali pertanyaan kepada saksi Ahmad Bahtiar adalah majelis hakim. Beda terhadap pemeriksaan saksi Tami Abadi Tios, majelis memberikan kehormatan untuk bertanya kepada JPU.

Apa yang diterangkan saksi Tami Abadi Tios sebelumnya hampir sama dengan keterangan saksi Ahmad Bahtiar, perbedaannya hanya kontruksi pertanyaannya yang dilontarkan JPU dengan Majelis Hakim. Jika diperhatian pertanyaan Hakim Ketua lebih mudah dipahami saksi karena pertanyaannya konstruktif.
Saksi Ahmad Bahtiar mengatakan bahwa mengetahui harga mesin yang sebenarnya Rp3,180 miliar bukan harga Rp3,380 dari saksi Bob Elvandy (PT. BEO).

Terkait negosiasi harga menurut saksi ada tiga kali tetapi menurut Terdakwa Rian negosiasi ada empat kali.

Sementara sebelumnya, Kepada JPU Rico Dibiyo Saksi Tami Abadi Tios mengatakan dia bersama terdakwa Rian Pratama dan terdakwa Yanuar Rezananda satu Tim dalam pengadaan mesin Hot Melt Adhesive (HMA) yang sedang dibutuhkan PT. KHBL untuk meningkatkan produksi.

Menurutnya, adapun terjadinya perkara dikarenakan adanya titipan harga dari terdakwa Rian Pratama Akbar dan terdakwa Yanuar Rezananda sebanyak Rp200 juta dari Harga penawaran sebenarnya Rp3,180 miliar kepada PT. BEO (selaku perusahaan pemenang tender) sehingga nilai harga dalam kontrak menjadi Rp3,380 miliar.

“Penitipan harga Rp200 juta itu supaya seolah-olah harga penawaran sebenarnya dari PT. BEO Rp3,380 miliar, padahal harga kesepatakan untuk pengadaan mesin adalah Rp3,180 miliar. Sehingga perusahaan dirugikan Rp200 juta ditambah PPN 10 persen dari Rp200 juta” ujar Saksi Tami Abadi Tios menjawab pertanyaan JPU Ricon Sudibyo, SH.

“Dari mana saksi tahu adanya kerugian 200 juta itu?” Tanya JPU kepada saksi Tami Abadi Tios, yang dijawab: dari saksi Bob Alvandy.

“Bob Alvandy itu siapa? Dan tugasnya apa?” Tanya JPU Rico yang dijawab saksi Tami: dari PT. BEO dan bertugas untuk menyediakan mesin dan menawarkan harga.

“Kapan disepakati uang titipan Rp200 juta itu antara terdakwa dengan PT BEO?” Tanya JPU Rico, yang dijawab: sebelum penandatangan kontrak.

“Uang Rp200 juta itu maksudnya untuk siapa?” Tanya Rico, yang dijawab: untuk Tim.

“Siapa saja yang menerima uang tersebut dari antara Tim?” Tanya Rico lagi, yang dijawab: hanya kedua terdakwa saja yang dapat dengan pembagian Rp80 juta kepada terdakwa Yanuar Rizananda dan Rp70 juta untuk Rian Pratama.

Hakim Ketua SYOFIA MARLIANTI TAMBUNAN mempertanyakan saksi Tami Abadi Tios terkait kerugian Rp200 juta yang dialami PT. KBHL. “Saudara Saksi, tadi saksi mengatakan yang mendapatkan uang Rp200 juta itu hanya kedua terdakwa, sementara terdakwa Rian Pratama hanya mendapat Rp70 juta dan terdakwa Yanuar menerima Rp80 juta. Yang Rp50 juta lagi dimana?” Tanya Hakim Ketua, yang dijawab saksi: saat diketahui markup harga itu dan dilaporkan pidananya pencairan dana Rp200 juta itu baru Rp150 juta dari beberapatermin kegiatan, katanya.

“Lalu kenapa anggota tim lain tidak mendapatkan bagian?” Tanya Hakim Ketua lagi, yang dijawab: Anggota tim yang lain tidak mau mengambil bagiannya karena tidak mau berurusan dengan hukum, kata Tami.

Dalam persidangan Penasehat Hukum (PH) terdakwa sering kali ditegur Hakim Ketua karena dianggap kurang mengikuti tatatertib persidangan. “Saudara Pensehat Hukum, nanti ada giliran anda bertanya. Tidak usah ikut menyambar-nyambar melontarkan pertanyaan. Tunggu, nanti akan kami berikan hak yang sama baik kepada JPU, maupun penasehat hukum dan terdakwa sendiri untuk bertanya seluas-luasnya,” ujar Hakim Ketua Sofya Tambunan kepada penasehat hukum terdakwa.

Hakim Ketua berharap semua orang yang ada dalam ruang sidang mengikuti tatatertib persidangan. Baik JPU, maupun PH, pengunjung sidang dan bahkan wartawan yang meliput persidangan tidak boleh mengambil foto setelah berjalannya persidangan. “Demi tertibnya persidangan, sebelum kami buka persidangan silahkan mengambil gambar atau video. Tetapi setelah berlangsungnya persidangan tidak kami izinkan memotret atau merekam jalannya persidang,” uncap Hakim Ketua Sofya Tambunan mengingatkan pengunjung sidang dengan berpedoman pada Surat Edaran Ketua Manhkamah Agung RI tentang ketentuan tertib persidangan.

Sementara PH terdakwa mengatakan seharusnya yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut adalah saksi Tami Abadi Tios sendiri.

“Jika dirunut dari keterangan saksi sejak dari awal seharusnya saudara saksi yang bertanggungjawab dalam kasus ini karena anda yang melakukan nego harga dan menandatangan kontrak. Bagaimana saudara saksi mengatakan kedua tetdakwa ini yang membuat harga sementara yang tandatangan kontrak antara PT KBHL dengan PT. BEO bukan kedua tetdakwa,” tanya Advokat Mahadita Ginting.

Atas pernyataan PH terdakwa itu Hakim Ketua kembali mengingatkan agar PH jangan mengambil kesimpulan dan menyatakan keaimpulannya di persidangan saat memberikan pertanyaan kepada saksi.

“Saudara penasehat hukum supaya memberikan pertanyaan saja kepada saksi. Jangan langsung katakan kesimpulan! Nantilah buatkan kesimpulan dalam pledoi. Silahkan buat kesimpulan dalam pledoi. Sekarang lontarkan pertanyaan terkait dengan surat dakwaan. Dari pertanyaan itu akan ada jawaban, dan dari jawaban itulah kita lakukan kroscek dengan BAP dan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa nanti,” ujar Hakim Ketua mengingatkan.

Thomson

Share.

About Author

Leave A Reply