RadarOnline.id, JAKARTA – Upaya hukum Kasasi oleh Rolas Sitinjak melalui kuasa hukum akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Perkara perdata perbuatan melawan hukum (PMH) yang diajukan oleh Rolas Sitinjak terkait member Borobudur Premier Club di Hotel Borobudur akhirnya dimenangkan ditingkat Kasasi di MA.
Melalui salah satu kuasa hukumnya, Rihard Burton Pangaribuan, SH., dari kantornya LAW OFFICE AMOR IUSTITIA, menerangkan bahwa, perkara ini berawal dari kliennya (Rolas Sitinjak) menjadi member Borobudur Premier Club di Hotel Borobudur sejak April 2017 sampai April 2018, yang dikelola oleh PT. Promark Strategies Indonesia selaku Tergugat I dan PT Dharma Harapan Raya selaku Tergugat II.
Dalam perjalanan bahwa sebagai member Borobudur Premier Club, kliennya telah membayar kewajiban kepada pihak pengelola. Selanjutnya, kliennya memiliki hak untuk mendapatkan compliment night untuk 2 (dua) malam di Hotel Borobudur yang dikelola Tergugat II. Akan tetapi sebelum member tersebut habis masa berlakukunya berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak kliennya untuk mendapatkan haknya sebagai konsumen.
“Dari pihak klien Kami, sudah berusaha untuk mendapatkan haknya sebagai konsumen, dengan proses yang panjang dan berbagai macam upaya sampai masa berlaku member tersebut habis, klien Kami tidak mendapatkan haknya,” demikian kata Rihard Burton Pangaribuan SH., salah satu kuasa hukum Rolas Sitinjak, kepada Radaronline di Jakarta, Senin (21/11/2022) di kantornya.
Karena kliennya tidak mendapatkan haknya sebagai konsumen, sementara kewajibannya telah dilakukan, maka sekitar Agustus 2019 yang lalu mereka mendaftarkan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Selama berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, untuk menguatkan dalil gugatan yang Kami ajukan, Kami memberikan bukti-bukti, menghadirkan saksi-saksi termasuk salah satu ahli dari BPKN,” kata Rihard Burton menambahkan.
Akan tetapi, meski argument Penggugat berdasar menurut mereka, majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur membacakan putusan perkara dengan nomor register 378/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Tim., dengan amar tidak dapat diterima alias kalah.
Setelah gugatannya kalah dengan amar gugatan tidak dapat diterima, Rihard Burton Pangaribuan dan kawan-kawan selaku kuasa hukum melakukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
“Pertimbangan hakim dalam perkara yang kami ajukan menurut kami tidak tepat, dan kami tidak sependapat. Akan tetapi kami patuh hukum, dan kami menghargai pertimbangan majelis hakim tersebut. Oleh karenanya kami mengajukan upaya hukum Banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta,” jelas Rihard Burton.
Akan tetapi setelah berproses di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sekitar Agustus 2021 majelis hakim Pengadilan Tinggi membacakan putusannya dengan amar menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Karena putusan Pengadilan Tinggi menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama, maka Rihard Burton dkk. kembali melakukan upaya hukum tingkat selanjutnya yakni Kasasi ke Mahkamah Agung dengan register perkara nomor 2178 K/Pdt/2022. Dan sekitar bulan Oktober 2022 lalu, Mahkamah Agung memutusakan perkara tersebut dengan memenangkan Rolas Sitinjak.
Adapun amar putusan kasasi tersebut adalah : “Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Rolas Sitinjak tersebut, Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta nomor 182/PDT/2021/PT.DKI yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur nomor 378/Pdt.G/2019/PN.Jkt.Tim., Mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian” demikian bunyi amar putusan yang diterima Radaronline beberapa waktu lalu.
Menanggapi putusan diatas, Rihard Burton Pangaribuan mengaku puas. Pihaknya mengaku bahwa dari awal permasalahan sampai diajukannya gugatan ke Pengadilan kliennya tidak mendapatkan haknya sebagi konsumen. Padahal sebagi konsumen kliennya sudah melakukan kewajibannya. Hal itu diperkuat dari bukti dan kesaksian, termasuk ahli yang dihadirkan di muka persidangan ketika itu.
“Sebagi kuasa hukum, Kami khususnya saya merasa puas, ini bukan masalah besar kecilnya suatu perkara, akan tetapi ini menyangkut keadilan. Terutama bagi para konsumen yang sering kali kita melihat tidak berdaya dalam mendapatkan haknya apabila ada masalah,” demikian kata Rihard Burton.
Rihard Burton, mengatakan di tingkat pertama kliennya dikalahkan, dan ditingkat banding klien juga kalah, akan tetapi ditingkat kasasi di Mahkamah Agung mereka dimenangkan. “Skornya 2 banding 1, namun pada akhirnya kebenaran akan menang, dan Kami dimenangkan,” tambah Rihard.
Pihaknya menambahkan, dengan dimenangkannya kliennya di tingkat kasasi, pihak yang kalah yakni pihak Hotel Borobudur agar segera memberikan hak kliennya. “Mengingat putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (Incraht) maka hak klien kami segera diberikan sesuai amar putusan tersebut” tegas Rihard.
Rihard menceritakan proses sidang di tingkat pertama, dimana sampai member tersebut berakhir kliennya dalam hal ini konsumen belum merima haknya, dan hal itu sangat bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Oleh karena kliennya sudah berulang kali reservasi namun pihak Promark/Borobudur atau Tergugat selalu menyatakan kamar penuh, maka hal tersebut patut diduga pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya karena tidak menepati janji atas suatu pelayanan/prestasi, sesuai Pasal 9 Ayat (1) huruf k dan pasal 16 huruf b Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsume.
Dimana pasal 9 ayat (1) disebutkan : “Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah : huruf k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti”.
Dan pelaku usaha yang melanggar Pasal 62 ayat (1) yang bunyinya : Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
Bahkan lebih jauh menegaskan, dalam Pasal 63 terhadap sanksi pidana sebagaimana dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa : a. Perampasan barang tertentu; b. Pengumuman putusan hakim; c. Pembayaran ganti rugi; d. Perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen; e. Kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau f. Pencabutan izin usaha.
Rihard Burton Pangaribuan, menegaskan dalam kasus ini, bahwa apa yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II dengan tidak memberikan hak Penggugat padahal Penggugat sudah memenuhi kewajibannya, menurutnya sangat jelas bertentangan dengan Pasal 9 ayat (1) huruf k.
“Disana sangat jelas disebutkan, Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Artinya pelaku usaha bisa dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 5 Milliar,” tutup Rihard Burton Pangaribuan.
Ia berharap para pelaku usaha jangan semena-menan terhadap konsumen, dan para konsumen yang haknya tidak diberikan, jangan berhenti untuk memperjuangkannya.
“Kalau itu hakmu, perjuangkanlah” tutup Rihard. (Red)