Program RJ Kasus Narkotika Dapat Tanggapan Praktisi Hukum Surabaya

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, SURABAYA – Kali pertama, Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati memberlakukan program RJ pada kasus narkotika berinisial PE di RSJ Menur Surabaya. Tapi, hanya bagi pengguna dengan ketentuan atau syarat khusus yang wajib dipenuhi.

Rupanya, hal itu menuai komentar dari sejumlah pihak. Diantaranya Praktisi Hukum di Surabaya, Dr. Sunarno Edy Wibowo. Menurutnya, hal tersebut dinilai bakal memangkas kewenangan hakim di pengadilan yang seyogyanya memutus perkara.

” Harus disidangkan, nggak boleh langsung dilepas (RJ), harus datang dulu, salah benar itu adalah di hakim,” kata Bowo saat ditemui di PN Surabaya. Kamis (4/8/2022).

Menurutnya, setiap aparat penegak hukum di Indonesia telah memiliki tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Misalnya, polisi melakukan penyidikan, pengacara membela klien, jaksa menuntut, dan hakim memutus perkara. Artinya, harus ada putusan dalam setiap perkara yang sudah dilakukan proses hukum.

“Penyidik, penuntut, dan pemutus harus menghormati etika profesi hukum,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bowo menganggap hal tersebut justru mencederai masyarakat. Terlebih, para pihak yang sebelumnya juga pernah tersandung kasus narkotika.

“Kalau masalah narkoba, tidak ada RJ, kalau begitu nanti semua dilepaskan saja, jangan hanya narkoba saja, tapi semuanya,” tuturnya.

Bowo menegaskan, bisa saja ada para pihak yang tak terima dan melakukan pra peradilan pada instansi tertentu perihal diberlakukannya RJ pada perkara narkotika itu. Mengingat, narkoba masih menjadi atensi, momok, sekaligus musuh bagi NKRI.

“Bisa saja itu (Pra peradilan), di tingkat kepolisian dan kejaksaan, bisa jadi masyarakat bisa mengajukan pra peradilan. Masyarakat yang merasa dirugikan atau LSM dan lembaga yang berhubungan dengan konsen terhadap narkoba bisa mengajukan pra peradilan, siapa saja boleh (mengajukan), meski pun bukan terpidana. Karena, dia pasti merasa ‘saya dulu kok kena gini, kok anak saya cuma berapa tahun’,” katanya.

Bowo menegaskan, pra peradilan secara hukum dapat juga dilakukan pihak kepolisian terhadap pihak kejaksaan, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut juga tertuang dalam pasal 77 sampai pasal 83 KUHAP yang mengatur tentang Praperadilan tidak hanya memberikan hak kepada tersangka atau keluarganya untuk mempraperadilankan kepolisian dan kejaksaan.

“Makannya, hakim melalui Mahkamah Agung (MA), karena yang tertinggi MA (bisa menegur). ‘Ini bagaimana kok seperti ini?’ Jadi, etika profesinya nggak benar ini, berarti ini bisa melaporkan etika profesinya, hanya moral dan etika ini nggak dibenarkan,” ujar dia.

Ia menyebut, bisa saja seseorang, kelompok, atau instansi tertentu melaporkan langsung ke Kejaksaan Agung perihal tersebut. Mengingat, tupoksi di suatu instansi disebut masih satu komando.

“Nanti, MA akan membuat surat edaran juga tentang persoalan yang ada, pengadilan bukan jaksa, jaksa itu tugasnya menuntut, bukan mengadili,” tutupnya.

HARIFIN

Share.

About Author

Leave A Reply