RadarOnline.id, JAKARTA – Sidang perkaara PT Tjitajam kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) dengan Terdakwa Jahja Komar Hidajat. Sidang beragendakan penyampaian nota pembelaan (pleidoi) yang diibacakan laangsung oleh Terdakwa dan Penasihat Hukum pada Selasa (7/6/2022) beberapa waktu lalu.
Isi pembelannya pada saat itu berjudul “Maling Teriak Maling” dalam sengketa PT Tjitajam.
Menurut Reynold Thonak dkk sebagai Kuasa Hukum menjelaskan ketika pemilik diperkarakan, sedangkan maling, pembegal, pembajak, pemalsu dilindungi/kebal hukum.
Kliennya, pertama-tama Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan terkait sejarah kepemilikan saham dan aset berupa bidang-bidang tanah PT Tjitajam dibelinya pada tahun 1995-1996 dari PT Property Java melalui PT Suryamega Cakrawala seharga Rp 14.972.000.000,- (empat belas milyar sembilan ratus tujuh puluh dua juta rupiah).
” Berdasarkan Akta Jual Beli Saham Nomor : 102 tertanggal 26 Maret 1996 yang dibuat di hadapan Notaris Sutjipto SH. Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga menyampaikan perubahan-perubahan PT Tjitajam setelah dibelinya melalui PT Suryamega Cakrawala diantaranya RUPSLB tanggal 3 Maret 1998 yang mengangkat dirinya sebagai Direktur Utama PT Tjitajam yang kemudian dibuatkan Akta Nomor: 12 tanggal 6 Maret 1998 di hadapan Notaris Elza Gazali SH,” tegas Reynold Thonak, Rabu (8/6/2022).
Lebih lanjut, Jahja Komar Hidajat menegaskan terkait adanya tindakan pencurian dengan penebangan pohon-pohon karet yang dilakukan oleh pihak Ponten Cahaya Surbakti, Hj. Radiah Rambe Binti Chali Pasobar dkk. Dengan dasar Akta palsu yaitu Akta Pernyataan Keputusan Rapat Nomor: 156 tertanggal 12 Desember 1990 yang dibuat di hadapan Notaris John Leonard Waworuntu SH.
Terhadap tindakan Ponten Cahaya Surbakti, Hj. Radiah Rambe Binti Chali Pasobar dkk tersebut, Terdakwa Jahja Komar Hidajat dalam jabatannya selaku Direktur Utama PT. Tjitajam. Saat itu, Terdakwa telah memberikan kuasa khusus kepada Daulat Saragih (Alm) untuk mengajukan Gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
“Yang kemudian terdaftar dengan Register Perkara No. 108/pdt/g/1999/PN.Jkt.Tim, yang kemudian perkara tersebut memenangkan Terdakwa Jahja Komar Hidajat,” kata tim kuasa hukum.
Kemudian, pada tahun 2008 diketahui oleh Jahja Komar Hidajat bahwa Ponten Cahaya Surbakti bersama-sama dengan Tamami Imam Santoso, Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Tavip Purnomo Hadi, Zaldy Sofyan dkk kembali mengaku-ngaku sebagai organ pengurus dan pemegang saham PT Tjitajam dengan menggunakan akta yang sudah dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor: 108/Pdt/G/1999/PN.Jkt.Tim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
“Bahwa sesuai fakta persidangan, sungguh aneh tapi nyata perubahan susunan organ pengurus dan pemegang saham perseroan di dalam sistem online pada Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM. Berdasarkan Akta Nurul Huda tersebut di atas dapat terjadi tanpa adanya jual beli saham dari PT. Suryamega Cakrawala, 2.250 (90%) lembar saham. Maupun dari saya, 250 (10%) lembar saham, melainkan dengan cara bagi-bagi saham oleh Ponten Cahaya Surbakti kepada Tamami Imam Santoso, Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Zaldy Sofyan, Tavip Purnomo Hadi dkk,” ungkap Jahja Komar Hidajat dalam kutipan pleidoi di PN Jaktim.
“Fakta tersebut terbukti selama proses persidangan perkara ini, dimana Saksi Pelapor Tamami Imam Santoso, Saksi Drs. Cipto Sulistio tidak dapat menunjukkan asli-asli Akta, lembar saham tahun 1934 PT. Tjitajam,” sambungnya.
Terhadap tindakan pihak-pihak tersebut, Terdakwa Jahja Komar Hidajat telah melakukan berbagai upaya hukum dengan cara mengajukan Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri. Dan sampai saat ini tercatat sudah ada 9 (Sembilan) putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) dan telah dilakukan eksekusi yang memenangkan PT Tjitajam versi Terdakwa Jahja Komar Hidajat.
Saat pembelaannya, Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga menyampaikan adanya tindakan-tindakan kriminalisasi yang dilakukan oleh oknum pada Institusi-institusi penegak hukum dan Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM terhadap dirinya.
“Bahwa dengan dasar akta palsu dan pengesahan Dirjen AHU, kemudian pihak PT. Tjitajam versi Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona) dkk melaporkan saya kepada pihak kepolisian dengan dugaan tindak pidana yang tidak pernah terjadi atau tidak pernah saya lakukan,” terang Terdakwa.
Namun, kata Terdakwa, dengan penuh rekayasa Hukum saya dan grup saya (PT. Suryamega Cakrawala) seakan-akan bukan pihak yang berhak atas saham PT. Tjitajam. Dimana dirinya kemudian dijadikan Tersangka dan saat ini duduk sebagai Terdakwa. Kejadian ini membuat Terdakwa sebagai warga Negara yang taat dan patuh terhadap hukum merasa prihatin terhadap proses penegakan hukum di negara ini.
“Dimana saya merasa dikriminalisasikan oleh Oknum-oknum penegak Hukum dengan maksud dan tujuan agar saya dan grup saya mau menyerahkan seluruh saham dan aset-aset PT. Tjitajam berupa bidang-bidang tanah berupa 7 (tujuh) bidang SHGB secara cuma-cuma (gratis) kepada pihak Pelapor,” ujar Jahja Komar Hidajat dalam agenda pleidoi.
Dihadapan Majelis Hakim PN Jaktim, Jahja Komar Hidajat mengatakan kejadian-kejadian yang menurutnya merupakan tindakan kriminalisasi oleh oknum-oknum penegak hukum maupun Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM mulai dari penjemputan paksa yang dilakukan oleh penyidik Jatanras Unit 3 Polda Metro Jaya.
Satu hari sebelum pelaksanaan eksekusi Pengadilan Negeri Cibinong, penempatan dirinya ke dalam tahanan yang berukuran 2x 3 meter dan banyak sekali tikus karena menolak tawaran perdamaian dengan pihak pelapor.
” Sampai adanya oknum yang mengaku sebagai Direktur Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM yang menyatakan masalah PT. Tjitajam tidak akan selesai jika Terdakwa Jahja Komar Hidajat tidak mau berdamai dengan cara membagi dua (2) aset tanah PT. Tjitajam dengan Pelapor Tamami Imam Santoso dan Drs. Cipto Sulistio sekalipun Terdakwa Jahja Komar Hidajat sudah dimenangkan berbagai Putusan Pengadilan,” terangnya.
Sebagai penutup pembelaannya, Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan kekecewaan dirinya dan menyayangkan tindakan Jaksa Penuntut Umum yang mengabaikan 9 (sembilan) putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dan sudah dieksekusi, yang menurut Terdakwa merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap Pengadilan karena terkesan mendukung, membenarkan, melindungi praktik-praktik mafia tanah.
Tindakan JPU menurut Terdakwa bertentangan dengan program atau semangat pemerintah dalam upaya memberantas praktik mafia tanah dan menegakan hukum yang berkeadilan secara Prediktif, Responsibilitas, Transparansi, dan Berkeadilan “Presisi”. Terdakwa Jahja Komar Hidajat juga memohon kepada Majelis Hakim agar dapat memutus Perkara ini dengan seadil-adilnya.
“Besar harapan saya kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar dapat mengadili dan memutus perkara ini dengan seadil-adilnya. karena hanya kepada Yang Mulia Majelis Hakim saja saya dapat berharap adanya keadilan dan kepastian Hukum di negeri ini,” ucap Terdakwa.
Selesai Terdakwa Jahja Komar Hidajat menyampaikan nota pembelaan (pledoi) Ketua Majelis Hakim selanjutnya memberikan kesempatan kepada tim penasehat hukum Terdakwa untuk menyampaikan nota pembelaan (pledoi). Tim Penasehat Hukum menyampaikan beberapa hal terkait fakta-fakta selama proses persidangan dan juga analis yuridis terhadap dakwaan maupun tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Pertama, tim penasehat hukum Reynold Thonak menyampaikan fakta tentang kedudukan Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Komisaris sekaligus Pemegang 250 (10%) lembar saham dan PT Suryamega Cakrawala 2.250 (90%) lembar saham PT. Tjitajam telah diteguhkan oleh 9 (sembilan) putusan. Baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan telah dilakukan eksekusi.
Kedua, tim penasehat hukum menyampaikan fakta terkait proses pengangkatan Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Direktur Utama. Menurut penasehat hukum pengangkatan tersebut sudah sah menurut Hukum karena RUPSLB PT. Tjitajam tanggal 3 Maret 1998 dihadiri oleh 100% Pemegang Saham PT. Tjitajam yaitu PT. Suryamega Cakrawala (2.250 lembar saham) dan Laurensius Hendra Soedjito (250 lembar saham), dan para pemegang saham menyetujui untuk mengangkat Terdakwa Jahja Komar Hidajat sebagai Direktur Utama.
Kemudian terkait Akta No. 12 tanggal 6 Maret 1998 yang dibuat di hadapan Notaris Elza Gazali SH yang tidak mendapatkan pengesahan Kementrian Kehakiman. Menurut penasehat hukum oleh karena akta tersebut tahun 1998. Maka tunduk pada UUPT No.1 Tahun 1995, dan di dalam UUPT terkait perubahan pengurus perseroan tidak wajib mendapatkan pengesahan melainkan cukup dilaporkan, sesuai ketentuan Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UUPT No.1 tahun 1995.
Hal tersebut menurut Penasehat Hukum telah sesuai dengan keterangan Saksi Pranudio dari Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM, Ahli Perseroan Dewi Iryani, Ahli Notaris Irene Eka Sihombing di dalam persidangan. Ketiga, terkait Surat Kuasa Khusus Nomor: 009/SK/TJ/V/1999 tanggal 10 Mei 1999 yang diberikan oleh Terdakwa Jahja Komar Hidajat selaku Direktur Utama PT. Tjitajam kepada Daulat Saragih (Alm).
Menurut Reynold, Surat Kuasa Khusus dimaksud dibuat untuk mengajukan Gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam rangka mempertahankan/melindungi hak Keperdataan Terdakwa Jahja Komar Hidajat yaitu saham dan aset berupa tanah milik PT. Tjitajam dari tindakan pembajakan/pembegalan PT. Tjitajam serta pencurian pohon-pohon karet yang dilakukan oleh Ponten Cahaya Surbakti, Hj. Radiah Rambe Binti Chali Pasobar dkk.
” Dan hak untuk mengajukan Gugatan adalah hak setiap warga Negara yang merasa haknya dirampas atau dilanggar, sehingga hal tersebut sah-sah saja,” menurut penasehat hukum.
Selain itu, Penasehat Hukum juga menambahkan bahwa selama proses persidangan tidak ada satu Putusan Pengadilan pun yang membatalkan atau menyatakan tidak sah Akta No.12 tanggal 6 Maret 1998 yang dibuat di hadapan Notaris Elza Gazali SH yang merupakan dasar/ acuan dari Surat Kuasa tersebut.
Dan sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, pihak yang berhak untuk mengajukan keberatan terhadap hasil RUPS/ RUPSLB adalah Pemegang Saham. Faktanya baik PT. Suryamega Cakrawala maupun Laurensius Hendra Soedjito tidak pernah keberatan terhadap hasil RUPSLB PT. TJITAJAM tanggal 3 Maret 1998. Berdasarkan fakta-fakta tersebut Penasehat Hukum menyatakan tidak ada Surat Palsu dalam Perkara ini.
Keempat, Penasehat Hukum dalam pembelaannya juga menyampaikan fakta-fakta persidangan terkait pembajakan, pembegalan PT. Tjitajam oleh Ponten Cahaya Surbakti, Hj. Radiah Rambe Binti Chali Pasobar, Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), Kivlan Zen, Ronny Wongkar, Zaldy Sofyan dkk. Berawal dari Ponten Cahaya Surbakti yang menggunakan Akta palsu untuk melakukan pencurian pohon karet, yang kemudian berlanjut kepada pihak pelapor dkk yang mengaku mendapatkan saham PT. Tjitajam dengan cara “Bagi-bagi Saham”.
Dalam perjalannya, kata Reynold, Akta-akta berikut Pengesahan Dirjen AHU milik PT. Tjitajam versi Tamami Imam Santoso, Drs. Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona) dkk terbukti sudah dinyatakan batal demi hukum, tidak sah, atau tidak pernah ada oleh Putusan-putusan baik Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah berkekuatan Hukum tetap dan telah dilakukan Eksekusi.
Penasehat Hukum juga menyampaikan bahwa selama proses persidangan, “Terbukti Ponten Cahaya Surbakti pernah menjadi Terpidana kasus Penipuan PT. Tjitajam, dimana Ponten Cahaya Surbakti yang terbukti menipu Mukti Sanjaya telah dijatuhi hukuman penjara selama satu (1) tahun,” beber Reynold.
Lanjut terkait Ponten Cahaya Surbakti, penasehat hukum menyayangkan tindakan (JPU) yang tidak dapat menghadapkan Ponten Cahaya Surbakti ke depan Persidangan guna memperjelas asal muasal PT. Tjitajam.
“Padahal selama periode bulan Desember 2021 sampai dengan Maret 2022, Ponten Cahaya Surbakti berada dalam tahanan di LP Cipinang dalam rangka menjalani hukuman,” tandasnya.
Kelima, dalam pembelaannya, penasehat hukum menyampaikan bahwa Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM merupakan sumber masalah yang melatarbelakangi timbulnya sengketa PT. Tjitajam secara terus-menerus sampai dengan saat ini.
” Hal tersebut lantaran karena Dirjen AHU Kementrian Hukum dan HAM yang telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum secara terus-menerus menerbitkan pengesahan untuk akta-akta PT. Tjitajam fiktif versi Tamami Imam Santoso, Drs Cipto Sulistio, Ade Prasetyo (Jona), dkk yang sudah dinyatakan batal demi hukum, tidak sah. Padahal diketahui PT. Tjitajam yang sah adalah PT. Tjitajam versi Terdakwa Jahja Komar Hidajat,” papar Reynold.
Keenam, Penasehat Hukum juga membeberkan proses penyidikan dan penuntutan yang dipaksakan dalam perkara ini. Berdasarkan bukti surat P-19 yang dikirimkan oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Penyidik Polda Metro Jaya tertanggal 24 April 2020, Jaksa Penuntut Umum telah memberikan petunjuk kepada penyidik agar memeriksa Daulat Saragih selaku penerima kuasa dalam Surat Kuasa Khusus Nomor: 009/SK/TJ/V/1999 tanggal 10 Mei 1999.
Sejak awal penasehat hukum menyatakan yakin penyidik tidak akan bisa memenuhi petunjuk tersebut, karena faktanya Daulat Saragih (Alm) sudah meninggal dunia sejak 24 Desember 2008. Namun, yang membuat Penasehat Hukum bertanya-tanya bagaimana bisa secara tiba-tiba perkara ini dinyatakan berkasnya telah lengkap (P-21) oleh JPU dan layak untuk disidangkan.
Ketujuh, dalam pembelaannya, tim Penasehat Hukum juga mengutarakan fakta-fakta terkait aset PT. Tjitajam berupa bidang-bidang tanah yang terbagi dalam 7 SHGB. Sesuai Fakta Persidangan, dahulu aset PT. Tjitajam berupa SHGU.
Namun oleh Terdakwa bersama-sama dengan Laurensius Hendra Soedjito telah mengurus perubahan alas hak menjadi SHGB. Selain itu juga mengurus izin prinsip dan izin lokasi. Terkait kerugian yang diakui oleh Saksi Pelapor Tamami Imam Santoso. Menurut Penasehat Hukum, kerugian tersebut timbul akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Saksi Pelapor, Drs Cipto Sulistio.
” Dimana mereka telah melakukan kerja sama dengan PT. Green Construction City yang diwakili oleh Ahmad Hidayat Assegaff dan PT. Bahana Wirya Raya terkait pembangunan perumahan Green Citayam City. Sesuai Fakta Persidangan perumahan tersebut dibangun tanpa izin-izin sebagaimana ditentukan Undang-Undang,” kata Reynold lagi.
Fakta persidangan dalam nota pembelaan terkait adanya proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Depok atas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Margonda Depok. Reynold mengatakan, dimana BTN Margonda Depok telah mencairkan dana sebesar Rp 63.116.441.982 (enam puluh tiga miliar seratus enam belas juta empat ratus empat puluh satu ribu Sembilan ratus delapan puluh dua rupiah) untuk pembiayaan fasilitas KPR pada Perumahan Green Citayam City yang terbukti tidak mengantongi izin-izin.
Kedelapan pada poin terakhir ini, penasehat hukum menyampaikan fakta-fakta terkait sosok Drs Cipto Sulistio yang terbukti terlibat dalam berbagai kasus pertanahan seperti kasus Perumahan Yellow Garden Karang Tengah, kasus PT. Nusuno Karya dalam perkara Perumahan Pilar di Cikarang, dan Perumahan Violet Garden di Bekasi.
” Namun anehnya Drs Cipto Sulistio tidak pernah diproses secara Hukum. Hal tersebut bisa terjadi lantaran karena di backing oleh kekuatan besar atau oknum dalam salah satu institusi penegak hukum di negeri ini,” tegasnya.
Setelah menyampaikan uraian fakta-fakta dalam nota pembelaan, Reynold Thonak memaparkan kesimpulannya dalam perkara ini, dimana menurut penasehat hukum tidak ada satu unsur pun dari Dakwaan Pertama, Pasal 242 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, Dakwaan kedua Pasal 242 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1, Dakwaan ketiga Pasal 263 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 atau Dakwaan keempat Pasal 263 ayat (2) Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa Jahja Komar Hidajat secara sah meyakinkan.
Dalam permohonannya, penasehat hukum meminta kepada Majelis Hakim agar menyatakan kliennya yaitu Terdakwa Jahja Komar Hidajat tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Surat Dakwaan maupun Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum serta membebaskan Terdakwa.
Selesai membacakan nota pembelaan, tim penasehat hukum juga menyampaikan bukti-bukti surat sebanyak 121 bukti kepada Majelis Hakim.
“ Kami ajukan bukti berupa akta-akta PT. Tjitajam, lembar saham Tjitajam NV tahun 1934, dan putusan-putusan pengadilan yang memenangkan klien Kami,” tutur Reynold.
Sidang Perkara Pidana Nomor: 926/Pid.B/2021/PN.Jkt ditutup oleh Majelis Hakim dan akan dibuka kembali pada hari Selasa tanggal 21 Juni 2022 dengan agenda memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum menyampaikan Replik atas Pledoi yang disampaikan oleh Terdakwa dan Tim Penasehat Hukum.
(Restu)