RadarOnline.id, SURABAYA – Sidang lanjutan Praperadilan Penetapan Tersangka dan Penahanan Adrianto, selaku staf operasional kredit Bank jatim Cabang DR. Soetomo, kembali digelar di Ruang Sidang Garuda II pada Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (11/5/2022).
Sidang yang dipimpin hakim tunggal Sutarno ini menjadwalkan pemeriksaan saksi-saksi fakta dan ahli hukum pidana dan administrasi dari pihak Pemohon.
Kuasa Hukum pemohon Masbuhin, mengajukan saksi fakta terdiri dari mantan Pengacara Adrianto dan isteri Adrianto, sedangkan saksi ahli yang dihadirkan adalah Guru Besar Universitas Bhayangkara Surabaya Prof. Sadjijono.
Dalam keterangannya, Satria Unggul Wicaksana Perkasa, SH.MH yang merupakan mantan Pengacara Adrianto yang mendampingi kliennya pada hari Senin, tanggal 04 April 2022 menjelaskan kalau kliennya tersebut diperiksa didalam proses penyelidikan, bukan penyidikan dan status Adrianto pada saat itu adalah sebagai Saksi. Setelah Adrianto diperiksa menjadi saksi dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sekitar jam 12.00, Adrianto langsung dibawa keruangan khusus Kejari Surabaya dan tidak boleh pulang karena langsung ditahan.
” Penahanan itu dilakukan dengan Surat Perintah Penahanan tertanggal 04 April 2022,” paparnya.
Masih menurut keterangan saksi Satria, saat itu Kliennya mengajukan protes kenapa dalam proses penyelidikan dan statusnya saksi ditahan, baru kemudian pihak Kejari Surabaya menerbitkan dan memberikan secara berturut-turut surat Perintah Penyidikan dan surat penetapan tersangka yang semuanya dibuat pada saat itu juga yaitu tanggal 04 April 2022. Jelasnya
Ketika Kuasa hukum pemohon Masbuhin, menanyakan kepada Saksi tentang adanya Surat Pemberitahuan Dimulianya Penyidikan (SPDP) apakah juga diberikan pada saat itu, serta adanya pemeriksaan tambahan sebagai Tersangka oleh Penyidik sebelum ditahan.
Saksi menjelaskan, tidak pernah ada SPDP yang diberikan. “Apalagi pemeriksaan tambahan sebagai Tersangka,” jawabnya.
Bahkan menurut saksi semua proses dibuat secara instant dan tidak jelas semua, termasuk urutan-urutan proses penyelidikan, penyidikan dan penerbitan surat-surat yang menjadi masalah sehingga di uji oleh Pemohon melalui praperadilan ini.
Sementara itu saksi fakta lain, yaitu isteri Adrianto bernama Yanti, dibawah sumpah menjelaskan baik suaminya maupun dia tidak pernah menerima SPDP sampai dengan adanya permohonanan praperadilan ini. Ketika Pengacara Pemohon Masbuhin, mengkonfrontir saksi dengan bukti T-19 milik Kejari Surabaya tentang adanya buku agenda ekspedisi surat yang ada tanda tangannya, saksi spontan menyatakaan kalau itu bukan tanda tangan dan paraf dia, itu palsu Pak Hakim, bukan begitu tanda tangan saya. Tegaanya.
Dikatakan, saya sampai dengan saat ini menunggu SPDP tersebut. Hanya surat penahanan, penetapan tersangka dan surat penyidikan itu saja yang saya terima,” pungkasnya.
Menurut Masbuhin, keterangan saksi inilah sebagai temuan fakta yang mencengangkan dan akan menghasilkan perkara pidana baru berupa dugaan pemalsuan tanda tangan. “Karena itu, saya akan segera mendalami fakta dan temuan baru dalam persidangan ini untuk membuat laporan pidana Ke polda Jatim dan Jamwas Kejagung RI di Jakarta,” tegas Masbuhin.
Setelah dua saksi fakta diperiksa, oleh Hakim Sutarno dilanjutkan mendengarkan keterangan Ahli dari Pemohon, yaitu Prof. Sadjijono, SH.MH.
Dalam keterangan ahli yang dihadirkan Masbuhin dijelaskan tentang adanya cacat formil dalam penetapan tersangka Adrianto, Penahanan dan penerbitan surat-surat yang dibuat pada tanggal 04 April 2022 secara bersamaan apalagi penerbitannya tersebut menyalahi ketentuan KUHAP, karena itu menurut ahli penetapan tersangka, penahanan dan surat-surat tersebut cacat hukum, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tentunya batal demi hukum.
Ahli juga menjelaskan kalau tempus penerbitan surat-surat Penyidik semuanya tanggal 04 April 2022 secara bersamaan tersebut jelas telah melanggar asas kepastian hukum, dimana dalam asas kepastian hukum yang merupakan asas dalam negara hukum dan penyelenggaraan sisitem pemerintahan yang baik itu mengutamakan landasan ketentuan perundang-undangan, kepatutan dan kewajaran, keajegan. Dalam kasus Adrianto ini semua itu terlanggar dan tidak prosedural.
Ketika Ahli ditanya oleh Hakim Sutarno mengenai kejahatan white color crime apakah tidak boleh surat dibuat dengan cara tempus yang sama seperti itu, ahli kemudian menjawab kalau kasus Adrianto ini bukan katagori extra ordinary crime seperti kasus terorisme yang kemudian Penyidik boleh bertindak cepat, norma dalam kasus Adrianto itu adalah KUHAP yang harus menghormati hak asasi manusia, buktinya Adrianto dipanggil sebagai saksi dan seterusnya, itulah semangat KUHAP.
“Sehingga tindakan menerbitkan surat yang tempusnya sama semua adalah membuktikan pelanggaran prosedur dan asas yang karena itu melanggar undang-undang dan kepatutan, kewajaran serta keajegan yang berakibat hukum batalnya semua surat-surat tersebut,” papar Ahli.
HARIFIN