RadarOnline.id, MAKASSAR – Baharuddin Hafid resmi dicopot dari jabatannya sebagai Ketua KPU Kabupaten Jeneponto oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Pencopotan jabatan tersebut dipicu atas laporan tindakan pelanggaran kode etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggaraan Pemilu yang dilayangkan oleh mantan istrinya, Puspa Dewi Wijayanti.
Menurut keterangan kuasa hukum Ketua KPU Kabupaten Jeneponto Baharuddin Hafid, DR. Muhammad Nur, SH, MH dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Law Firm DR.Muhammad Nur, & Associates mengatakan pihak DKPP mengeluarkan empat poin putusan, yang tertuang dalam surat nomor 1929/SET-04/XI/2020, dan telah dibacakan dalam putusan DKPP RI nomor 96-PKE-DKPP/IX/2020 dan 104-PKE-DKPP/IX/2020 mengenai pelanggaran Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan oleh ketua KPU Kabupaten Jeneponto.
– Mengabulkan Pengaduan Pengadu untuk seluruhnya;
– Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Baharuddin Hafid
Selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kabupaten Jeneponto sejak dibacakan Putusan ini;
– Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama tujuh hari sejak dibacakan;
– Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan Putusan ini.
Pasca pemberhentian tersebut, kuasa Hukum Baharuddin Hafid menilai keputusan yang diambil oleh DKPP cacat hukum. Sebab, laporan yang dilayangkan pelapor dinilai mengada-ada dan ada indikasi pemalsuan keterangan, termasuk laporan tindak kekerasan yang diterima pelapor dari terlapor.
“Keputusan DKPP dianggap cacat hukum dan kami bakal menempuh jalur hukum di PTUN untuk membatalkan SK Pencopotan tersebut,” ujar Muhammad Nur dalam konferensi pers, Kamis (5/11), di kantor Law Firm muhammad Nur Asociated, Citra Land Celebes, jalan Tun abdul Razak, kota Makassar.
Lebih lanjut Nur mengatakan, aduan yang dilayangkan sangat jauh dari substansi pelanggaran kode etik. Hal ini juga dibuktikan dengan SP III Polres Gowa yang menyatakan aduan kekerasan yang dilakukan Baharuddin Hafid kepada Puspa tidak cukup bukti.
“Aduan jauh dari substansi pelanggaran kode etik. Laporan tindak kekerasan juga tidak terbukti. Polres Gowa mengeluarkan SP III, menghentikan penyelidikan karena lidik cukup bukti,” ujarnya.
Lawyer murah senyum ini menambahkan, alasan lain Puspa melaporkan Baharuddin Hafid ke DKPP atas iming-iming didudukkan di parlemen dan atas dasar tindakan asusila. Hal itu juga dibantah kuasa hukum Baharuddin Hafid.
“Laporan asusila (Pemerkosaan) itu juga tidak jelas. Soalnya, setelah diperkosa, Puspa masih sempat belikan pakaian, sepatu, dan ponsel. Ini berarti atas dasar suka sama suka. Lagian kejadiannya itu sudah lama. Setahun setelahnya baru dilaporkan.”tambahnya.
“Katanya klien kami juga memberi iming-iming kepada Puspa untuk duduk di parlemen. Itu dia buktikan lewat chat WA. Nah padahal isinya cuma bilang insya Allah saya dudukkan di jalan Urip Sumoharjo. Lagian tidak ada transaksi terkait hal itu,” ungkap pengacara senior ini.
Setelah ini, pihak kuasa hukum Baharuddin Hafid bakal menempuh jalur PTUN untuk membatalkan putusan DKPP. Akan tetapi, pihaknya masih menunggu salinan resmi dari DKPP.
“Kita tunggu dulu salinan resmi dari DKPP. Soalnya yang kita terima baru lewat Whats App saja,” jelas Nur.
BACHTIAR BARISALLANG