Immanuel Simbiring: Tidak Ada Dalil Somo di Sengketakan Pidana

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, SURABAYA  –  Somo, seorang petani Sederhana yang tengah berjuang atas tanahnya yang hilang dimakan lapangan golf yang dikelola PT Artisan Surya Kreasi, terpaksa datang ke Polda Jawa Timur untuk memenuhi Panggilan.

Kedatangan Somo Ke Kantor Polisi tersebut atas adanya panggilan dari Kepolisian Polda Jatim, dengan Laporan memalsukan.

Kuasa Hukum Somo, Immanuel Simbiring merasa heran, apa yang dipalsukan dan siapa sebenarnya yang melaporkan tuduhan itu, kata Immanuel, Kamis (8/10).

Sementara, Somo sebenarnya tengah menempuh upaya hukum dipengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Surabaya, satu hari sebelum dirinya menghadap penyidik Polda Jawa Timur, pada Selasa, 6 Okober
2020.

Mau berapa upaya hukum lagi yang harus dihadapi Somo, akan seberapa panjang lagikah jalan keadilan ini harus dilaluinya, tanya Immanuel.

Jika kita sempatkan, lanjut Immanuel untuk menelusuri informasi di google, katakanlah, maka perjuangan atas hak tanah petani tidak jarang dibuat seperti ini dan selalu ada upaya-upaya pemidanaan yang dirundungkan atasnya. Namun, mengingat “sangkutan” ini terjadi juga terhadap Somo, pada tahun 2020 tidakkah ini
bertentangan dengan amanat Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang ingin kedaulatan pangan dan petani diperjuangkan.

Program Cetak Sawah atau juga Food Estate yang diinisiasi sebagai program Nasional  mengindikasikan bahwa tanah untuk pangan itu bernilai esensial.

“Dipengadilan Tata Usaha Negara, bukti-bukti penguasaan tanah dan kepemilikan tanah telah diberikan untuk diperiksa bersama-sama, oleh Tergugat (Kantor Pertanahan Surabaya I) dan tergugat Intervensi (PT. Artisan Surya Kreasi). Pada medium itu, semua pihak bisa memverifikasi dokumen bukti-bukti tersebut, sehingga kegemaran untuk menggunakan Hukum Pidana harusnya bisa ditunda,” paparnya.

Sementara kesempatan itu tidak dimanfaatkan oleh Tergugat di persidangan tata usaha negara, yang mana alih-alih memverifikasi bukti dari Somo selaku Penggugat, Tergugat malah hadir ke persidangan dengan waktu yang terlambat sekali, serta justru menikmati fait accompli Penggugat dan Tergugat Intervensi.

Terkait hal itu, Immanuel Sembiring, selaku Kuasa Hukum Somo, menjelaskan bahwa tidak pada tempatnya dalil-dalil Somo disengketakan secara pidana, sementara ruang berupa pengadilan tata usaha Negara yang membuka kesempatan itu bagi pihak Tergugat dan Tergugat Intervensi nyata-nyata belum
digunakan dengan optimal.

“Hukum Pidana itu obat terakhir. Kami, selaku Kuasa Hukum, berpegang  pada asas hukum. Maka, gunakanlah ruang pengadilan tata usaha negara itu. Pertanyakan dalil-dalil  klien kami, jika memang ada keraguan,” ujarnya.

Pada proses persidangan, Tergugat juga terang menciderai prinsip gelijk behandeling atau penyikapan yang “sama” atas jalannya persidangan. “Tampak benar, bahwa tergugat tidak kunjung mengindahkan perintah pengadilan untuk membawa warkah tanah atas bidang yang diklaim oleh Tergugat Intervensi,
sementara di tangan yang lain, Penggugat telah menyerahkan bukti-bukti yang relevan.

“Untuk itu, penting sekali kami tekankan, pada gugatan kami. Kami tidak ke sana kemari, mempertanyakan hak tanah pihak siapapun. Kami sebatas memperjuangkan agar tanah klien kami yang telah melalui proses  pendaftaran tanah sebagaimana hukum negara ini memerintahkan setiap warga-negara yang hendak mensertifikatkan tanahnya agar dapat disertifikatkan.

Dan gambar ukurnya sudah keluar, gambar ukur  itu sudah setengah jalan lah kurang lebih,” tambah Immanuel.

Selain itu, penting untuk disampaikan, bahwa konsep pemolisian (policing) di banyak negara telah berkembang maju. Bahwa fungsi pemolisian tidak semata-mata menjadi subsistem dari hukum pidana, tetapi kini berkembang hingga mencakup fungsi mediatif.

Hal ini dikenal dengan konsep restorative
policing, yang secara sederhana dapat dipahami sebagai fungsi polisi berada di tengah dalam perkara-perkara yang dapat diselesaikan tanpa masuk ke proses hukum.

Di Belanda, polisi di sana menjalankan
fungsi semacam itu.

Lalu mengapa perkara yang masuk ke pengadilan tidak banyak, dan sukses menekan
kepadatan lembaga permasyarakatan. Tim Kuasa Hukum Somo berkeyakinan, Polri sudah
mencanangkan hal-hal serupa restorative policing.

Sebagaimana diketahui, Bareskrim pernah
mengeluarkan Peraturan Kabareskrim tentang restorative justice.

Dengan demikian, untuk menutup, selaku Tim Kuasa Hukum Petani Somo, terang menggarisbawahi bahwa pada prinsipnya tidak ada orang yang ingin tanahnya hilang begitu saja. Kasus ini pun demikian. Namun, pada prinsipnya tentu penyelesaian yang terbaik atau dalam bahasa hukumnya amicable
settlement yang dituju. Oleh karenanya, tundalah kegemaran pidana-mempidana, dan jalankan proses hukum sipil. Karena di zaman kemajuan seperti ini, toh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, saja sudah terang memandang tanah untuk pangan adalah krusial adanya.

HARIFIN

Share.

About Author

Leave A Reply