RadarOnline.id. JAKARTA – Advokat Jan Untung R Situmorang SH MH dan Diving Safni, SH kembali menghadirkan Ahli Perdata khusus Perjanjian ke hadapan persidangan yang dipimpin Ketua majelis hakim Fazal hendrik, SH, MH dengan Anggot majelis Tugianto, SH dan Agung Purbantoro, SH, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat, Kamis (1/10).
Kali ini Advokat Jan Untung menghadirkan Prof. Dr. Arce Sanjaya ahli Hukum Perdata khusunya hukum Perjajian mantan Ketua Muda Perdata Mahkamah Agung RI, itu menjelaskan bahwa Dasar dari perjanjian hukum perdata adalah sebagaimana diatur dalam pasal 1320, sudah dewasa, cakap dalam membuat perjanjian dan bertanggungjawab.
Lalu apa yang dilakukan dalam suatu perjanjian? Tanya hakim, yang dijawab, Sepakat! Sepakat itu timbulnya dari hati. Sepakat itu datang dari hati, misalnya jual-beli. Sepakat mengenai harga. Apakah kesepakat itu bisa cacat? Bisa. Kenapa bisa? Karena ada penipuan. Bagaimana jika terjadi penipuan? Batalkan perjanjian.
“Dari ke-empat syarat sah perjanjian, yang termasuk ke syarat subjektif adalah kesepakatan dan kecakapan para pihak. Sedangkan adanya objek perjanjian dan sebab yang halal merupakan syarat objektif. Tidak dipenuhinya syarat sah perjanjian akan berujung pada pembatalan perjanjian,” terang Ahli.
Nah jika terjadi pembatalan, apa yang dilakukan untuk membatalkan perjanjian? Tanya majelis, yang jawab; Lakukan gugatan ke pengadilan. Gugatan harus dijukan kepengadilan, tidak boleh harus kepengadilan. Jika tidak melalui pengadilan itu sepihak. Tidak boleh sepihak. Harus sepakat, jelas ahli. Sesuai pasal 1266. Dengan syarat subjektif maka lakukan pembatalan perjanjian, ajukan gugatan ke pengadilan, ulang Ahli.
Nah kalau, kalau terjadi penipuan dalam perjanjian sepakat, apakah itu sama dengan dimaksud dalam hokum pidana? Tanya ketua mejelis, yang dijawab Ahli, bukan! Ada perbedaan anatomi tipuan dengan penipuan. Itu sangat bedah sekali.
Ilustrasi dibuat ahli dengan sebuah jual beli mobil: ada sianak utang 100 juta akan dibayar dalam tempo enam bulan. Setelah enam bulan ga dibayar lalu sianak bilang : tunggulah bulan depan saya bayar karena saya mau jual mobil. Padahal tidak punya mobil. Itu bukan penipuan. harus ada serangkaian kebohongan yang diucapkan pada saat sebelum perjanjian disepakati baru bisa dikatakan sebagai penipuan, tidak cukup dengan satu kebohongan saja.
Pembatalan suatu perjanjian harus diminta. Selagi belum diminta pembatalan perjanjian, perjanjian itu tetap sah.
Syarat 3 dan 4, objektif ialah barangnya, objeknya ada haknya ada. Contoh siayah punya tanah HGB. Setahun yang lalu dijual. Tidak jadi karena okjeknya ada tapi haknya tidak ada . karena tanah negara. 4, perjanjian objeknya halal tapi isinya tidak halal.
“Apakah perjajian itu menjadi apa, atau wanprestasi , kami minta ahli menjelaskan,” ujar Hakim Fahzal.
Sang prof. mengatan bahwa Perjanjian akan mengakibatkan hak dan kewajiban. Tidak pemenuhan dalam perjajian itu namanya melanggar cidera janji. Pelanggaran citra janji! Bentuknya apa? Sama sekali tidak dilaksanakan. atau dilaksanakan tetapi tidak sesuai. Atau dilaksanakan sebagian, atau dilaksanakan terlambat. Yang didalam perjanjian tidak boleh diperbuat, eh..diperbuat, ini namanya wanprestasi, papar sang prof.
Kemudian ketua majelis mengulangi menyebutkan yang disampaiakan ahli itu; kalau dilanggar perjanjian itu berarti itu disebutkan wanpresatasi, atau melanggar janji, lalu, apa sanksinya bagi sipelanggar?
Ahli mengatakan, 1. yang dirugikan minta ganti rugi, 2. Yang dirugikan memohon pelaksanaan, 3. Bisa janji dilaksanakan, bisa janji dibatalkan, dan 4. Penggantian gantirugi.
Apakah ganti rugi itu termasuk bunganya? Tanya majelis yang dijawab termasuk bunganya, sesuai 1250 kuhperdata. Kalau hanya berupa uang, hanya bunga uang. Dan pemenuhan ganti rugi kepada barang yang dirugikan.
Apakah hakim-hakim Indonesia wajib mengikuti yurisprudensi? Tanya hakim, yang dijawab tidak. “Tidak ada kewajiban pelaksanaan bagi hakim untuk melaksanakan yurisprudendi. Tetapi jika yurisprudensi itu bagus, ya, ikuti,” ujar Prof. Arca Sanjaya mengahiri penyampaian keahliannya dipersidangan.
Karakteristik wanprestasi dan penipuan berakar pada hubungan hukum yang terjadi diantara para pihak selalu “ didahului “ atau “ diawali ” dengan hubungan hukum kontraktual.
Letak batasan antara wanprestasi dan penipuan dalam konteks perjanjian pada “ tempus delictinya ” atau waktu perjanjian/kontrak itu ditutup/disepakati oleh kedua belah pihak. Bila setelah (post factum) kontrak ditutup diketahui ada tipu muslihat, rangkaian kata bohong atau keadaan palsu dari salah satu pihak, maka perbuatan itu adalah wanprestasi.
Hal yang sama juga disampaikan Ahli hukum perdata Henni Wijayanti SH MH menyatakan wanprestasi atau cidera janji merupakan suatu perbuatan yang mengingkari isi perjanjian yang telah dibuat, ditandatangani dan disepakati dua pihak secara bersama.
Jika salah satu pihak melanggar atau menciderai isi perjanjian maka pihak tersebut telah mencederai hukum perdata dan perjanjian kerja sama itu sendiri. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli (jual beli) diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Hal itu disampaikan para ahli dalam sidang gugatan wanprestasi Arwan Koty terhadap PT Indotruck Utama di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Arwan Koty sebelumnya menggugat PT Idotruck Utama suatu Perseroan Terbatas (PT) anak perusahaan Indomobil yang telah memilki nama besar dan terkenal dalam hal pemasaran dan penjualan berbagai macam alat berat Exacavator terutama dengan merk Volvo.
Gugatan yang diajukan Arwan Koty melawan PT Indotruk Utama berawal dari jual beli Excavator bermuara pada persengketaan, yang mana dua unit alat berat yang sudah dibayar Arwan Koty tidak kunjung diserahkan PT Indotruck utama sebagaiman pemenuhan Perjanjian Jual Beli (PJB), sejak tahun 2017, 3 tahun silam.
Oleh karena PT Indotruck Utama tidak merealisasikan PJB itu, maka PT IU diminta untuk mengembalikan uang yang telah dibayarkan oleh Arwan Koty atas pembelian Excavator Volvo EC 210D. Atau PT IU menyerahkan unit Excavator Volvo EC 210D dalam keadaan baru kepada penggugat yang telah membayar lunas.
Penasihat hukum Arwan Koty, J Untung Situmorang SH menyebutkan perkara bermula saat Arwan Koty ingin mengembangkan salah satu lini bisnisnya dalam bidang pertambangan. Untuk itu Arwan Koty membutuhkan alat berat Crawler Excavator. Maka pada 27 Juli 2017 Arwan Koty melakukan proses jual beli alat berat jenis Excavator dengan tergugat PT IU. Kedua belah pihak setuju dan sepakat untuk mengadakan dan menandatangani perjanjian jual beli 1 unit Crawier Excavator Volvo EC 210D sebagaimana tertuang dalam Perjanjian Jual Beli Nomor 157/PJB/ ITU/JKT/ Vu / 2017 tanggal 27 juli 2017.
Menurut J Untung adanya gugatan yang diajukan kliennya (penggugat) dikarenakan tergugat (PT IU) tidak mempunyai itikat baik menyelesaikannya.
Penggugat Arwan Koty setuju membeli 1 unit Excavator Volvo EC 210D dari tergugat PT IU seharga Rp 1.265.000.000 atau Rp 1,2 miliar lebih sebagaimana tertuang sesuai Perjanjian Jual Beli (PJB). Dengan begitu, tergugat wajib menyerahkan 1 unit Excavator Volvo EC 210D kepada penggugat selambatnya 1 minggu setelah DP lunas.
Dalam perjanjian jual beli diatur pula tempat penyerahan barang. yang mana mengacu pada Pasal IV ayat 4 tergugat berkewajiban untuk menyerahkan 1 unit Excavator Volvo EC 210D di Yard PT IU dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima barang oleh para pihak yaitu Arwan Koty dan pihak PT IU.
Terkait perjanjian jual beli, tergugat mengirimkan surat tagihan (invoice) kepada penggugat sebagaimana invoice No.G-1100 CI-170006850 tanggal 20 November 2017. Padahal, sebelum tergugat mengirimkan invoice kepada Arwan Koty, yang bersangkutan telah memenuhi kewajibannya yaitu melakukan pembayaran secara lunas atas pembelian 1 unit Excavator Volvo EC 210D senilai Rp1.265.000.000 dengan perincian: tanggal 12 Oktober 2017 senillal Rp 265 juta sebagaimana Official Receipt No 124873 tanggal 12 Oktober 2017 dan tanggal 17 November 2017 senilal Rp 1 miliar sebagaimana Official Receipt No 124874. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembeli merupakan costumer yang beritikad baik karena telah membayar lunas sebelum waktu jatuh tempo.
Meskipun Arwan Koty telah memenuhi kewajibannya membayar lunas pembelian unit Excavator Volvo EC 210D, tergugat hingga saat ini belum juga menyerahkan unit Excavator Volvo EC 210D yang telah dibelinya lunas.
Atas cidera janji atau wanprestasi tersebut, penggugat mohon kepada Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri untuk mengabulkan seluruh gugatannya. Juga menyatakan sah dan berharga Perjanjian Jual Beli Nomor 157/ PJB /ITU/JKT/VII/ 2017 tanggal 27 Juli 2017.
Menanggapi gugatan Arwan Koty tersebut, penasihat hukum tergugat PT Indotruk Utama belum terkonfirmasi.
THOMSON