RadarOnline.id, JAKARTA – SUBDIT V Direktorat Tipideksus POLRI di Pra-peradilkan Arwan Koty melalui Advokat Jan Untung R Situmorang, SH., MH, Diving Safni, SH Advocates & Legal Consultant AGD & Partners, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (30/9).
Permohonan Pra-peradilan itu terdaftar dalam Perkara No.105/Pid.Pra/2020/PN.JKT.SEL, terhadap Penetapan tersangka terhadap pemohon (Arwan Koty) yang dianggap tidak sesuai dengan KUHAP, yakni, Pemohon ditetapkan tersangka Pasal 220 Jo. Pasal 317 KUHP dengan alasan atau bukti Surat Penghentian Penyelidika Perkara (SP3) laporan polisi yang dibuat pemohon di Polda Metro Jaya, adalah tindakan yang tidak sah menurut hukum.
Kemudian, Termohon Telah menetapkan pemohon sebagai tersangka Pasal 317 ayat (1) KUHP padahal termohon belum pernah melakukan pemeriksaan dan tidak pernah menjelaskan kepada pemohon Pasal 317 ayat (1) KUHP yang disangkakan kepada pemohon.
Dan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka atas Pasal 317 ayat (1) KUHP diketahui melalui Surat Panggilan Nomor : Spgl/3109/IX/RES.1.9/2020/Dittipideksus tertanggal 23 September 2020 yang ditujukan kepada PEMOHON, yang mana surat nomor : Spgl/3109/IX/Tes.1.9/2020/Dittideksus itu adalah panggilan tahap II, atau panggilan untuk penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa Penuntut umum di situlah (pada surat panggilan) itu terlampir pasal 317 ayat (1) KUHP.
Menurut Ahli pidana Dr. Eva Ichjani Zulfa dosen FK Universitas Indonesia bahwa dalam Perja (Peraturan Jaksa Agung) atau PERKAPOLRI (peraturan Kapolri) tidak jelas diatur apakah boleh ditambahkan pasal setelah dinyatakan berkas lengkap (P21) atau tidak bisa ditambahkan.
Di KUHAP hanya mengatur Prosedur Penyelidika/penyidikan, Penetapan tersangka, pelimpahan berkas perkara ke penuntut umum dan pelimpahan perkara ke Penuntutan atau Kepengadilan. Tidak ada pengaturan limit waktu di KUHAP, Perja, maupun PERKAPOLRI, ujar Ahli.
Namun demikian ahli menjelaskan bahwa kesimpulan dari rangkaian suatu penyelidikan adalah Penetapan seseorang menjadi tersangka. Oh ini si x menjadi tersangka setelah adanya bukti petunjuk yang kuat.
Namun demikian, mengacu kepada pasal 51, 56 KUHAP petunjuk jaksa peneliti dalam hal penambahan pasal harusnya ditambahkan Administrasi pemeriksaan terhadap pasal baru yang disangkakan kepada tersangka. Artinya terlebih dahulu tersangkan diperiksa dalam berkas sangkaan pasal yang baru disangkakan.
Terkait laporan pemohon yang di SP3 penyidik di Polda Metro Jaya dijadikan bukti pada laporan yang melaporkan pemohon di Subdit V Tipideksus Bareskrim Polri, ahli mengatakan bahwa SP3 itu harus diuji dulu.
Menurut ahli pidana Dr. Eva Zulfa penghentian suatu penyelidikan dan penyidikan perkara harus dilihat dasar penghentian nya. Apakah hasil penyelidikan bahwa laporan tersebut tidak cukup bukti sebagai perbuatan pidana, atau hal lain? Itu harus ada argumentasi dalam penerbitan SP3.
Kemudian Jun Situmorang bertanya kepada ahli: apa pengertian peristiwa pidana?
Ahli menjelaskan bahwa peristiwa pidana adalah suatu perbuatan manusia yang dapat dipertanggungjawabkan karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian seseorang patut atau tidak mendapat suatu hukuman karena perbuatannya bergantung pada dua hal, yaitu harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan seorang yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan
Kemudian advokat bertanya, apakah seorang yang melaporkan adanya suatu peristiwa hukum dapat dilaporkan balik pencemaran nama baik?
Ahli: Pencemaran nama baik atau fitnah itu kita harus hati-hati. Ketika suatu peristiwa pencemaran itu diberitahukan kepada pihak yang tidak berwenang yang dalam sangkaan nya pasal 310 KUHP
Tetapi jika peristiwa pencemaran itu diberitahukan kepada pihak yang berwajib, maka itu bukanlah fitnah atau pencemaran nama baik.
Pencemaran nama baik itu adalah melakukan pencemaran yang disampaikan dimuka umum.
A: apakah penambahan pasal atau petunjuk jaksa untuk penambahan pasal setelah berkas dinyatakan lengka (P21) diperboleh menurut hukum?
B: setelah Penyelidikan suatu perkara sudah cukup bukti untuk menunjuk si A. Sebagai tersangka maka penyidik melimpahkan Berkas ke jaksa dan jaksa peneliti melakukan penelitian dan menyatakan cukup bukti, atau memberikan petunjuk kepada penyidik jika dianggap bukti perlu ditambahkan, dan penambahan pasal jika ada peristiwa lain dalam penelitian nya. Namun dalam hal jaksa peneliti menambahkan pasal maka dalam petunjuknya jaksa peneliti akan mengatakan : supaya tersangka diperiksa lagi dalam pasal yang ditambahkan itu, sebagai mana diatur
Dalam Pasal 51 huruf a KUHAP supaya tersangka mempersiapkan pembelaan.
Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai.
Bahwa didalam penyidikan yang dilakukan terhadap PEMOHON, TERMOHON tidak pernah melakukan pemeriksaan dan tidak pernah menjelaskan Pasal 317 ayat (1) KUHP yang disangkakannya kepada PEMOHON, padahal berdasarkan Pasal 51 huruf a KUHAP tersebut adalah hak PEMOHON sebagai Tersangka untuk mendapatkan penjelasan sehubungan dugaan tindak pidana Pasal 317 ayat (1) KUHP yang disangkakan kepadanya.
Bahwa berdasarkan alasan-alasan permohonan Praperadilan tersebut diatas, pemohon mengatakan TERMOHON telah melanggar prosedur penyidikan/hukum acara pidana/hukum formil yang diatur dalam KUHAP dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka.
Hakim Tunggal Arnandi, SH, menanyakan ke pada ahli, apakah KUHAP itu boleh ditafsirkan? Ahli mengatakan bahwa KUHAP adalah Prosedural. “KUHAP itu tidak bisa multitafsir. Itu sudah baku untuk proses Penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses persidangan. Prosedur itu tidak boleh multitafsir, tinggal mengikuti dan menjalani saja.” tegas Ahli Eva.
THOMSON