RadarOnline.id, SURABAYA – Sidang kasus tanah Guyungsari dengan terdakwa Siti Asiyah (82), beragendakan saksi fakta Enas Fibriyanto. Dalam keterangannya Enas mengaku bahwa ia adalah teman dekat anak terdakwa.
“Awalnya ahli waris menerima surat tanda Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Kemudian mengurus ke kelurahan Menanggal. Setelah dicek persyaratannya, ternyata ada yang kurang yaitu Petok D. Oleh bu lurah disuruh buat laporan kehilangan ke kepolisian. Lalu saya antar ke Polda Jatim,” kata Enas.
Enas menambahkan menurut pengakuan ahli waris, tanah sengketa tersebut atas nama Umar, suami sah terdakwa Siti Asiyah. Akan tetapi, Enas mengaku tidak mengetahui petok D itu ada atau tidak.
“Kalau ada dan tidaknya petok D itu saya tidak tahu,” ujar Enas saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Suwarti dari Kejari Surabaya.
Disingung terkait sepengetahuannya tentang upaya hukum dari pihak terdakwa, Enas mengatakan memang pernah ada, yaitu menggugat di PTUN dan Perdata.
“Yang PTUN itu putusannya di tolak. Kalau perdatanya kalah,” tukasnya.
Setelah dirasa cukup, majelis hakim yang diketuai Johanis Hehamony, melanjutkan sidang dengan pemeriksaan terdakwa. “Baik kita lanjutkan ke pemeriksaan terdakwa ya,” ucap hakim Johanis.
Terdakwa Siti Asiyah, saat di periksa mengatakan, dirinya memang pernah membuat laporan kehilangan di Polda Jatim. Ia juga mengaku disuruh buat laporan kehilangan oleh bu lurah Menanggal.
“Iya di suruh buat surat laporan kehilangan sama bu lurah,” tutur Siti Asiyah terbata-bata.
Terkait dipergunakan untuk pengurusan apa surat laporan kehilangan yang ia buat, Siti Asiyah mengaku tidak tahu. “Saya ngga tahu,” tandasnya.
Terpisah Sahlan Azwar, S.H., penasihat hukum (PH) terdakwa dari Law Firm Sahlan Azwar & Partners, saat ditemui usai persidangan menyampaikan bahwa dalam perkara ini, terdakwa tidak tahu surat-surat tanah baik IPEDA, Eigendom Verponding, sertifikat, letter C , maupun Petok D.
“Yang dia tahu cuma punya tanah di Gayungsari. Setelah ketemu dengan Bu Lurah maka diminta untuk urus kehilangan. Karena itu intruksi Bu Lurah lho,” kata Sahlan.
Sedangkan terkait perkara pidana ini, ia mengingatkan bahwa masih ada perkara perdata yang sampai saat ini masih belum berkekuatan hukum tetap.
“Perlu diingat ini masih ada sengketa perdata. Ada alas hak yang hingga perdata. Lagi pula terdakwa kan sudah tua, tentu kealpaan itu ada,” pungkasnya.
HARIFIN