Nasib Robianto Idup Menunggu Putusan Hakim Pengadilan Pekan Depan

Pinterest LinkedIn Tumblr +

RadarOnline.id, JAKARTA – Masa penantian akan membuat pikiran tidak tenang, tidur pun tidak pulas, bahkan nafsu makan akan hilang. Apalagi penantian suatu putusan pengadilan yang akan membelenggu diri dalam suatu tempat yang selama hidup kita tidak pernah terpikirkan.

Robianto Idup pengusaha tambang batubara dan Komisaris/Owner PT Dian Bara Genoyang (DBG), menunggu nasib dari putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (8/9/2020) pekan depan. Apakah hakim bakal sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) atau meringankan putusannya dan atau malah memperberat hukumannya, tidak dapat ditebak.

Namun jika dianalisa dari pertimbangan hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan lebih condong kepada hal-hal yang memberatkan sebab, Robianto Idup sempat buron dan dan masuk daftar pencarian orang (DPO), dia kabur ke luar negeri (Denhaag, Belanda) dan di-red notice-kan. Kemudian JPU mengatakan bahwa selama proses persidangan Robianto Idup tidak terus terang dan dianggap berbelit-belit sehingga mempersulit proses persidangan sehingga dijatuhi Tuntutan selama 3 tahun dan 6 bulan atau 42 bulan penjara.

Wakil Tuhan di muka bumi atau majelis hakim pimpinan Florensia Kendengan SH MH yang dikenal cukup detail dan konstruktif dalam melontarkan pertanyaan dipersidangan, tentunya akan berpendapat sendiri. Namun lontaran kata-kata tegurannya terhadap terdakwa Robianto Idup dipersidangan yang dapat dilihat bakalan arah kemana putusan itu.

Hal ini menjadi pemikiran usai proses persidangan Tuntutan, pledoi, replik dan duplik telah berakhir pada persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (1/9/202), antar JPU Boby Mokoginta SH MH dan Marly Sihombing SH MH melawan tim penasihat hukum terdakwa dari kantor advokat Hotma Sitompul SH MH.

“Penasihat hukum masih menanggapi replik JPU?” demikian Ketua Majelis Hakim Florensia Kendengan SH MH bertanya kepada tim pembela terdakwa Robianto Idup. “Ya tapi secara lisan saja Bu Hakim. Pada prinsipnya kami tetap dengan pembelaan kami sebelumnya bahwa terdakwa Robianto Idup tidak melakukan tindak pidana sebagaimana di persalahkan jaksa dalam dakwaan maupun tuntutannya,” kata Ditho Sitompul.

JPU Boby Mokoginta dan Marly Sihombing dalam repliknya juga pada intinya hampir sama dengan tuntutan yang dibacakan sebelumnya bahwa terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan terhadap kontraktor Herman Tandrin/PT GPE hingga merugikan saksi korban Rp70 miliar lebih.

Aksi penipuan tersebut dilakukan terdakwa setelah keduanya yaitu Robianto Idup sebagai pemilik PT DBG dan Herman Tandrin/PT GPE melakukan kerja sama penambangan batubara awal tahun 2012 silam. Bahkan sebelum perjanjian tersebut dibuat, PT GPE sudah membuat jalan dan pelabuhan untuk pengangkutan batubara di areal tambang PT DBG. Awalnya tagihan atau upah kerja PT GPE sendiri selaku kontraktor dibayarkan PT DBG sesuai yang diperjanjikan. Hanya telat waktu sedikit saja. Kemudian dan berikutnya mundur, molor bahkan terakhir tidak dibayarkan sama sekali kendati telah ditagih berulangkali.

Oleh karena “nafas” kontraktor PT GPE tergantung pada upah atau tagihan hasil kerjanya, maka didesak teruslah penagihan sampai akhirnya dilakukan pertemuan beberapa kali antara Robianto Idup dan Herman Tandrin. Dalam pertemuan pertama, kedua dan ketiga, sebagaimana terungkap dalam persidangan, Robianto Idup selalu menyuruh dan membujuk Herman Tandrin melanjutkan pekerjaannya karena seluruh tagihan yang ditunggak akan dilunasi. “Kerjalah, semua akan dibayar, dilunasi,” demikian Robianto Idup.

Mengingat keduanya sudah cukup lama berteman, Herman Tandrin percaya saja sama Robianto Idup hingga melanjutkan pekerjaan penambangan dan menambang lagi. Namun lagi-lagi apa yang ditawarkan Robianto Idup hanya bujuk rayu dan janji-janji palsu. Tiada dicairkan tagihan yang ditaksir mencapai Rp 70 miliar lebih kendati batubara hasil penambangan PT GPE dijual ke Singapura mencapai Rp71 miliar.

Menurut JPU, sebelum ada perselisihan antara Robianto Idup dengan Herman Tandrin pun sudah ada tagihan PT GPE sebesar Rp 22 miliar di PT DBG. Ini diakui sendiri oleh pihak PT DBG. “Invoice inilah yang ditagih hingga diadakan pertemuan antara terdakwa Robianto Idup dengan Herman Tandrin. Namun disuruh bekerja dulu baru akan dibayar sekalian tunggakan sebelumnya. Begitu berulangkali sampai tagihan PT GPE menjadi lebih dari Rp 70 miliar,” demikian JPU Boby Mokoginta dalam requisitornya.

JPU juga mengungkapkan bahwa PT DBG mengklaim terjadi keterlambatan kerja atau tidak capai target dan longsor hingga merugikan mereka, tetapi klaim tersebut tidak dapat diterima PT GPE. Sebab, intansi terkait sebelumnya sudah mengisyaratkan bakal terjadi longsor di lokasi sesuai kemiringannya. Sedangkan mengenai target tidak tercapai hal itu sepenuhnya disebabkan kandungan batubara tidak sebesar yang diprediksi PT DBG. PT GPE sendiri bekerja sesuai titik-titik yang ditentukan PT DBG. Jika kandungan batubara banyak di titik yang ditunjuk tersebut maka batubara yang dihasilkan PT GPE akan melampaui target sebagaimana yang terjadi beberapa kali. “Jadi, berbagai klaim itu tidak didukung bukti-bukti dokumen sama sekali,” kata jaksa.

Mengenai pledoi terdakwa Robianto Idup yang disampaikan tim pembelanya dari kantor advokat Hotma Sitompul SH, Selasa (25/8/2020), yang menyatakan kliennya tidak dapat dihukum (pidana) karena masuk ranah keperdataan, jaksa menyatakan hal itu tidak bisa pula diterima. Meningat fakta-fakta yang terungkap selama persidangan berupa keterangan saksi yang juga didukung alat bukti dokumen menunjukkan adanya tindak pidana penipuan yang begitu telak dilakukan Robianto Idup. Tidak itu saja, dalam kasus sama telah dihukum Dirut PT DBG Imam Setiabudi. Bahkan putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam putusan itu secara meyakinkan disebutkan Robianto Idup terlibat dalam kasus penipuan sama bahkan diklasifikasikan sebagai aktor intelektual kasus tersebut.

Saksi korban sendiri Herman Tandrin berkeyakinan kalau tak ada tindak pidana dalam perkara Robianto Idup, yang bersangkutan (Robianto Idup) dan Iman Setiabudi tidaklah bisa dilaporkan pidana ke polisi. Kenyataannya diproses sidik sampai dengan P21, tahap dua, disidangkan bahkan dipidana.

Dalam keterangan Herman Tandrin di persidangan juga menyebutkan bahwa terdakwa Robianto Idup sebagai Owner dan pemegang saham mayoritas PT DBG. Dengan demikian dalih Robianto Idup bahwa komisaris tidak ikut bertanggung jawab atas kasus di PT DBG tidak dapat diterima dan harus dikesampingkan oleh majelis hakim dalam amar putusannya. “Kewajiban kami menyelesaikan pekerjaan sudah kami dilaksanakan sebaik-baiknya, tetapi hak kami ketika ditagih tidak dicairkan jelas sekali kami sangat dirugikan,” demikian Herman Tandrin saat diperiksa sebagai saksi korban.

THOMSON

Share.

About Author

Leave A Reply