RadarOnline.id, JAKARTA – Pandemi Coronavirus (Covid-19) yang melanda dunia saat ini cukup mebuat pergeseran pola hidup dan pola kerja. Yang tadinya makan seadanya kini meningkat kepada pola hidup sehat dan peningkatan imun. Sementara pola kerja yang selama ini 8 jam dikantor mulai bergeser ke daring masuk kantor hanya 1 kali dalam satu Minggu.
Demikian juga halnya terjadi pergeseran pada proses persidangan dipengadilan yang tadinya bertatap muka jaksa menghadirkan terdakwa kepersidangan kini sudah bergeser menjadi Video Teleconverence atau Vicon.
Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara Djuyamto, SH mengatakan Transformasi pelayanan peradilan dari tatap muka ke Vicon atau video call atau yang disebut daring sudah harus diterapkan, katanya melalui siaran pers yang dikirimkan ke wartawan, Jum’at (28/8).
Dia menyampaikan bahwa Ketua Hakim Pengadilan Federal Australia James LB Allsop menyebutkan bahwa selama pandemi, semua sidang tatap muka di Australia ditutup karena dianggap berbahaya. Hampir semua persidangan dilakukan secara jarak jauh, baik sidang yang dilakukan di pengadilan maupun saat hakim bekerja dari rumah.
Pihak-pihak yang berperkara juga ada yang dihadirkan di ruangan sidang ataupun memberikan kesaksian dari rumah atau kantor masing-masing. ”Di Australia, 85-90 persen persidangan sudah menggunakan litigasi daring. Kami meningkatkan kualitas SDM hakim, panitera di beberapa negara bagian agar dapat beradaptasi dengan teknologi,” ungkap James LB Allsop.
Namun adaptasi ke pelayanan daring di Australia tetap juga ada ganjalan dan kendalanya. Menurut James, kendala yang ditemui adalah kemampuan adaptasi teknologi SDM di pengadilan. Banyak yang masih kesulitan beradaptasi dengan teknologi. Selain itu, juga ada keraguan dari para pencari keadilan mengenai proses persidangan daring. Adaptasi harus terus dilakukan karena ke depan, litigasi daring menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, saat manusia sedang beradaptasi ke kebiasaan baru di tengah ancaman pandemi Covid-19 ini.
Sementara Hakim Mahkamah Agung Singapura Vincent Hoong Seng Lei mengungkapkan, di Singapura, persidangan juga mayoritas dilakukan secara daring. Hanya perkara-perkara spesifik yang disidangkan di gedung Mahkamah Agung. Pada masa pandemi ini, Mahkamah Agung Singapura menjadikan momentum untuk transformasi layanan peradilan. Di antaranya adalah membangun kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan. Pada masa pandemi ini, Mahkamah Agung Singapura menjadikan momentum untuk transformasi layanan peradilan, antara lain membangun kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Semua pengadilan di bawah MA Singapura harus memastikan protokol kesehatan dan menyelesaikan semua kasus temuan Covid-19. Selain itu, kebijakan hukum yang berkaitan dengan dunia usaha, resolusi sengketa didorong efektif dan tidak berbelit-belit. Ini lantaran pemerintah Singapura menyadari dunia usaha sedang mengalami kontraksi keuangan selama covid-19. ”Kami mencoba melihat pandemi ini sebagai peluang demi perubahan pelayanan peradilan. Transformasi total harus dilakukan, baik oleh hakim, panitera, maupun pihak-pihak lain,” kata Vincent.
Pelayanan berbasis daring, kata Vincent, penyelesaian perkara dan sengketa ekonomi dinilai berjalan lebih efisien. MA Singapura juga berupaya untuk menjaga kualitas pelayanan agar masyarakat tidak kehilangan kepercayaan terhadap lembaga peradilan. Sebab, jika kepercayaan publik menurun, akan sangat berbahaya bagi penegakan hukum karena masyarakat akan menganggap enteng hukum di suatu negara. ”Lembaga peradilan tetap menjunjung tinggi asas peradilan dan tetap beradaptasi dengan perubahan. Junjung tinggi integritas, transparansi publik, agar masyarakat tetap percaya kepada lembaga peradilan,” kata Vincent.
Hakim agung Kamar Perdata MA Syamsul Ma’arif mengungkapkan, berdasarkan indeks kemudahan berusaha, Indonesia masih berada di peringkat ke-73 di negara-negara Asia. Indonesia masih kalah dengan Vietnam dan Brunei Darussalam, bahkan tertinggal jauh dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia.
Dari sisi peradilan, tugas MA ada dua, yaitu penegakan hukum kontrak bisnis serta penyelesaian masalah kebangkrutan. Menurut Syamsul, MA juga telah melakukan sejumlah pembaruan peradilan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Ketua MA Nomor 043 KMA/SK/II/2017 tentang Pembentukan Kelompok Kerja dalam Rangka Koordinasi Peningkatan Kemudahan Berusaha. Secara prosedural, MA juga telah mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan berbasis daring e-Court. MA tengah dan telah melakukan sejumlah pembaruan peradilan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Ketua MA Nomor 043 KMA/SK/II/2017 tentang Pembentukan Kelompok Kerja dalam Rangka Koordinasi Peningkatan Kemudahan Berusaha.
Syamsul Ma’arif menyebutkan pemohon perkara perdata sudah dapat mendaftarkan perkara dan melakukan sidang berbasis daring. Salinan putusan pengadilan pun dapat diakses secara elektronik dengan e-litigasi. Khusus untuk perkara perdata di lingkup usaha UMKM, MA juga sudah mengeluarkan kebijakan prosedur gugatan sederhana. Ini dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanan perkara perdata. Belum lagi kebijakan-kebijakan lainnya yang pada intinya melahirkan kemudahan dan kepraktisan.
THOMSON