RadarOnline.id, JAKARTA – Komisaris Utama PT Dian Bara Genoyang (DBG) Robianto Idup dituntut tiga tahun enam bulan atau 42 bulan pidana penjara potong selama masa tahanan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Boby Mokoginta SH MH dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (18/8).
Dihadapan Ketua Majelis Hakim Florensia Mendengan SH, MH, JPU mengataka bahwa Terdakwa Robianto Idul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 378 KUHP karena melakukan penipuan terhadap saksi korban (pelapor) Herman Tandrin (PT GPE) puluhan miliar rupiah dengan iming-iming keuntungan besar.
Terdakwa Robianto yang sempat melarikan diri sampai dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buron dan di-rednotice-kan hingga akhirnya menyerahkan diri di Denhaag, Belanda, menurut JPU Boby, melanggar pasal 378 KUHP tentang penipuan. Hal yang memberatkan terdakwa yang pengusaha pertambangan batubara itu, di samping perbuatannya sendiri yang tak kunjung membayar invoice atau tagihan PT GPE selaku kontraktor tambang batubara, Robianto Idup juga memberikan keterangan berbelit-belit, tidak mengakui perbuatan, tidak menyesal dan tak kooperatif pula hingga proses hukum kasusnya berliku-liku dan lama. Sementara terdakwa lainnya dalam kasus sama, Dirut PT DBG Iman Setiabudi yang dihukum satu tahun penjara telah usai menjalani hukumannya.
“Kami JPU menyatakan bahwa dakwaan kami terhadap terdakwa Robianto Idup terbukti secara sah dan meyakinkan. Oleh karenananya kami memohon majelis hakim menghukumnya selama tiga (3) tahun dan enam (6) bulan penjara potong selama dalam tahanan,” ujar Boby.
Terbuktinya tindak kejahatan penipuan yang dilakukan Robianto Idup, menurut JPU, sepenuhnya berdasarkan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan ditambah alat bukti yang ada sebelumnya. Keterangan saksi a charge (memberatkan) yang satu dengan yang lainnya di persidangan saling bersesuaian dan mendukung adanya tindak kejahatan penipuan dilakukan Robianto Idup yang pemilik saham mayoritas PT DBG itu sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan. Perbuatan terdakwa itu mengakibatkan Herman Tandrin mengalami kerugian puluhan miliar rupiah karena telah berulangkali mengerjakan proyek penambangan dan menghasilkan batubara senilai puluhan miliar rupiah juga bagi PT DBG, namun invoice yang beberapa kali dijanjikan akan dibayar saat menyuruh kontraktor (PT GPE) tersebut bekerja tetap saja tak kunjung dibayarkan atau ditepati.
JPU Boby Mokoginta dan Marly Sihombing dalam dakwaan yang dibacakan sebelumnya juga mendakwa Robianto Idup tidak saja dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan, tetapi juga pasal 372 KUHP tentang penggelapan. Namun dalam requisitornya, JPU membuktikan pasal 378 KUHP saja telah dilanggar oleh terdakwa Robianto Idup yang dalam persidangan terungkap mempunyai kewenangan penuh di PT DBG.
Setelah mendengar tuntutan JPU itu, Ketua Majelis Hakim Florensia Kendengan menanyakan terhadap terdakwa Robianto Idup yang mengikuti persidangannya secara virtual di dalam tahanan Polda Metro Jaya. “Apakah terdakwa mendengar tuntutan jaksa dan mengerti,” tanya Florensia, yang dijawab Robianto Idup, “iya saya dengar dan mengerti Bu Hakim”.
Ketua majelis hakim kemudian menanyakan kepada tim penasihat hukum terdakwa, kapan siap mengajukan pledoi atau pembelaan. “Butuh waktu dua minggu atau cukup seminggu saja?,” tanya Florensia. “Seminggu saja Bu Hakim, Selasa pekan depan,” tutur Dhito Sitompul, salah satu anggota tim penasihat hukum terdakwa dari kantor hukum Hotma Sitompul,” Ok, sidang berikutnya 25 Agustus 2020 dengan agenda pledoi,” tutur Florensia.
Dalam surat dakwaan JPU terhadap terdakwa Robianto Idup sebelumnya disebutkan bahwa kasus penipuan itu terjadi dari awal hingga penghujung 2012. Bermula kerja sama bisnis atau pertambangan batubara antara Robianto Idup dari PT DBG dan Herman Tandrin dari PT GPE. Oleh karena mereka sudah saling kenal jauh hari sebelumnya, pihak PT GPE telah terlebih dahulu mengerjakan pembuatan jalan, pelabuhan dan fasilitas lainnya di kawasan pertambangan PT DBG sebelum dibuat perjanjian kerja sama. Awalnya PT GPE selaku kontraktor tambang dibayar PT DBG. Namun pada tahapan-tahapan pembayaran berikutnya invoice atau tagihan tersebut tidak dicairkan PT DBG. Padahal, PT GPE sempat beberapa kali mengancam menyetop pelaksanaan pekerjaan karena tak dibayar. Tetapi janji-janji akan segera bayar jika dilaksanakan lagi pekerjaan tetap saja tak kunjung direalisasikan atau ditepati PT DBG. Padahal dalam kurun waktu tersebut PT DBG dapat menjual sekitar Rp 71 miliar batubara dari hasil penambangan PT GPE.
THOMSON