RadarOnline.id, JAKARTA – Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sebagai mana tertulis dalam Undang-Undang Dasar (UUD)1945 Pasal 28, bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu setiap Warga Negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun dengan berjalannya waktu, permasalahan perumahan masih saja terus bergulir, dari permasalahan mengenai fasum-fasos, sertifikat, IMB, AJB dan masih banyak permasalahan lainnya yang terkait perumahan. Dalam hal menyikapi pengaduan konsumen disektor perumahan, BPKN telah beberapa kali melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan Rapat Koordinasi (RAKOR) membahas pengaduan konsumen disektor perumahan.
Terakhir tanggal 18 Agustus 2020 kemaren, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) mengenai Konsumen Perumahan Dalam Aspek Undang-Undang Perlindungan Konsumen Akibat Pelaku Usaha yang Pailit.
Membuka FGD Virtual pada Rabu (19/8) pagi ini, Rolas Sitinjak selaku Wakil Ketua BPKN RI menyampaikan pengaduan perumahan sampai saat ini masih menduduki peringkat pertama. “Dari 3269 total pengaduan yang masuk per-tanggal 4 Agustus 2020, 74,03% nya adalah pengaduan konsumen perumahan baik itu rumah tapak maupun rumah vertical.
“Dengan jumlah pengaduan perumahan yang mencapai 2420, BPKN mendapatkan penghargaan dari MURI atas pengaduan Perumahan Terbanyak,” kata Rolas Sitinjak.
Rizal E. Halim selaku Koordinator Komisi Advokasi/Anggota BPKN menyampaikan, “permasalahan perumahan dibagi menjadi 3 tahap, yaitu: Tahap Pra-Transaksi yang meliputi Legalitas dan Pembiayaan ; Transaksi yang meliputi Fisik dan Fasos-Fasum dan Pasca Transaksi yang meliputi Serah Terima, P3SRS dan IPL, untuk perlakukan harus ada penalti buat pelaku usaha yang tidak tepat waktu dalam pembangunan perumahan, tidak hanya konsumen saja yang mengalami penalti apabila telat dalam membayar kewajiban cicilan pelaku usaha atau pengembang juga harus
diperlakukan sama”.
Dalam FGD ini, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, menyampaikan, ”kasus perumahan di YLKI menduduki urutan kedua setelah jasa keuangan dengan sebab antara laian Konsumen terjebak pada promosi pengembang/developer ; Konsumen tidak membaca promosi dan kontrak perjanjian dengan detil; Strategi marketing dengan pre project selling; Perizinan belum beres, baru izin lokasi sudah menjual kekonsumen; Pengawasan yang lemah oleh regulator, terkhusus Pemda; dan jebakan betman klausula baku pada perjanjian standar.
Ivan Fithriyanto selaku Direktur Permberdayaan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan, menyampaikan “permasalahan kasus perumahan dibagi menjadi 3, yaitu saat proses jual beli, saat melakukan angsuran pembayaran dan saat sudah menjadi pemilik dan/atau penghuni, dalam UU1/2011 dan UU20/2011 ada celah potensial yang merugikan konsumen yang harus menjadi perhatian agar menjadi perbaikan perlindungan konsumen sektor perumahan kedepan.
Berdasarkan hasil survey IKK 2019 dimana dari nilai 41.7 ada dua dimensi yang rendah, salah satunya adalah perilaku pengaduan konsumen yang hanya memperoleh nilai 16.
Perilaku pengaduan konsumen kita yang cenderung tidak mau melaporkan insidennya karena terkait budaya “nrimo” yang masih kental dimasyarakat Indonesia. Memang idealnya pengaduan itu tidak terjadi apabila hak-hak konsumen sudah terpenuhi. Namun apabila hak-hak konsumen dilanggar maka sebenarnya konsumen harus berani mengadu karena dengan mengadu maka Pelaku Usaha bisa tahu dan menyadari bahwa praktek bisnis yang selama ini dilakukan salah dan tidak sesuai dengan ketentuan
dan peraturan yang ada sehingga harus diperbaiki.
Berdasarkan pengaduan yang masuk dari sektor perumahan ini, BPKN juga sudah memberikan rekomendasi kepada Pemerintah, dalam hal ini
Kemenpupera untuk memperbaiki sistem perikatan jual beli disektor perumahan yang alhamdulilah sudah diresponse sangat baik dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah yang mencabut Kepmen 11/KPTS/1994 tentang Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun dan Kepmen 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah.
Masih dalam nuansa kemerdekaan peringatan ke 75 Indonesia, BPKN mendapat penghargaan rekor MURI. “Terimakasih diucapkan kepada semua pihak atas apresiasi upaya perlindungan konsumen kepada masyarakat khususnya MURI.”
Penghargaan yang diterima dari MURI saat ini kita terima sebagai simbol dan sekaligus tantangan bagi BPKN untuk bisa menyelesaikan insiden PK di
sektor perumahan yang masih kerap terjadi di Indonesia.
“Sejatinya Perlindungan Konsumen bukanlah tanggung jawab salah satu dari Kementerian atau Lembaga namun menjadi tanggung jawab bersama semua pemangku kepentingan, oleh karena nya kita perlu berkolaborasi, diskusi antar pemangku kepentingan semacam ini bisa memberikan solusi atas permasalahan perumahan di Indonesia dan tentu harapannya dapat menjadi solusi pemulihan hak–hak konsumen sektor perumahan sehingga perlindungan konsumen dapat terwujud, diharapkan Lembaga Perlindungan Konsumen di Indonesia bukan hanya BPKN tetapi juga LPKSM, BPSK dan Pemerintah agar terus berkolaborasi berupaya melakukan Perlindungan Konsumen diIndonesia sehingga ke depan insiden PK bisa kita tekan dan kurangi. Apabila itu terjadi negara hadir memberikan perlindungan kepada konsumen”, pungkas Ardiansyah selaku Ketua BPKN RI.
EDISON MUNTHE