RadarOnline.id, JAKARTA – Dinamika konsumen dalam bertransaksi dengan pelaku usaha tidak semulus janji yang kerap kali diberikan kepada konsumen. Wabah pandemik Covid-19 yang sedang terjadi saat ini berdampak bagi dunia industri dan ekonomi secara masif di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Wabah pandemi kini telah menyebabkan terhambatnya roda ekonomi dan melemahnya pertumbuhan ekonomi serta memburuknya iklim usaha. Kondisi ini berpotensi mengakibatkan terjadinya kasus gagal bayar utang oleh debitur sebagai akibat berhentinya kegiatan operasional perusahaan pada sektor perumahan.
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) sepanjang tahun 2020 menerima pengaduan tertinggi pada sektor perumahan sebanyak 78% dari 890 pengaduan. Persoalan ketidak jelasan mengenai sertifikat masih mendominasi, ketiadaan pertanggung jawaban dari Pelaku Usaha yang dinyatakan pailit yang tentunya merugikan konsumen.
Tak heran banyak terjadinya perkara PKPU dan Kepailitan yang tentunya berimplikasi terhadap konsumen pada umumnya. PKPU/Kepailitan pada prinsipnya bertujuan untuk menyelesaikan sengketa utang-piutang secara adil, cepat, terbuka dan efektif. Dengan syarat yang relatif mudah apabila dalam proses PKPU debitur mengajukan proposal perdamaian dan disetujui oleh para kreditur, dan apabila debitur dalam mengajukan proposal perdamaian tidak disetujui oleh para kreditur mayoritas sesuai dengan aturan yang berlaku maka disitulah debitur dapat dinyatakan pailit dapat dipailitkan hanya karena hutang atau lebih dan tidak membayar lunas salah satu utang yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Hukum Kepailitan dikenal salah satunya prinsip structured creditors yaitu dalam pembayaran kepada para kreditor tentu akan memberikan keuntungan kepada kreditor separatis maupun kreditor yang memiliki hak didahulukan (preferen) atau kreditur yang memiliki Hak Tanggungan, namun akan berdampak buruk bagi kreditor konkuren dalam hal pemberesan harta debitur pailit, karena kreditur konkuren akan mendapatkan pembagian harta pailit sesuai persentase dan bahkan tidak mendapatkan haknya sesuai dengan kerugian konsumen.
Dr. Rizal E Halim selaku Koordinator Komisi Advokasi BPKN menyampaikan,” dengan banyaknya kasus dipailitkannya pelaku usaha, menjadikannya tidak cakap hukum dan kehilangan wewenang untuk mengelola kekayaannnya sendiri kemudian beralih kepada kurator.
Ketidak mampuan pelaku usaha yang dinyatakan pailit untuk memenuhi hak konsumen menempatkan konsumen diposisi sebagai kreditor konkuren dan tidak memiliki hak untuk didahulukan. Terhadap aspek tersebut perlu kehadiran Negara dalam melindungi konsumen perumahan untuk tetap memperoleh haknya”.
Dr. Rolas Budiman Sitinjak selaku Wakil Ketua BPKN menyatakan,” masih banyaknya pengaduan konsumen dimana konsumen sudah lunas mencicil perumahan yang dibiayai oleh pihak 1 perbankan ternyata sertifikat yang seharusnya didapat dari pihak perbankan tidak dapat menyerahkan sertifikat kepada konsumen dan developer dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan atas adanya gugatan pihak ketiga kreditur lain.
Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 konsumen, negara menjamin hak konsumen atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam menggunakan/memanfaatkan barang dan/atau jasa”.
Askani, Kementerian ATR BPN menyampaikan, ”Untuk percepatan pendaftaran tanah, Pemerintah meluncurkan Program PTSL yang meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak yang memiliki hak”.
Kethut Jhadi, Kementerian PUPR menyampaikan, “Developer harus memiliki kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian status tanah, perijinan pembangunan, penjaminan pembangunan. Calon pembeli berhak mempelajari isi PPJB paling kurang 7 hari kerja, PPJB wajib ditanda tangani dihadapan Notaris. Juga mengatur tentang adalah pembatalan PPJB yang lebih affair”.
Dr.Jimmy Simanjuntak, SH,MH (Ketua Umum Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia) menyampaikan bahwa cakupan kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.
Kekuatan Hukum Hak Tanggungan, sertifikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUNo.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosseacte Hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah. Bahwa perlu adanya pengaturan lebih lanjut antara kepailitan dan perlindungan konsumen sehingga jelas pengaturan antara kedua bidangnya yang terkait agar pelaku usaha yang tidak beritikad baik tidak lolos dari pertanggung jawabannya.
“Konsumen yang telah melaksanakan hak mencicil perumahanatau rusun sudah lunas, namun apabila developer dinyatakan pailit sebaiknya konsumen dapat mengajukan haknya ke kurator atas putusan pailit tersebut. Harus ada peraturan yang menjamin terpulihkannya hak konsumen apabila pelaku usaha atau debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan karena gagal melaksanakan kewajibannya”, pungkas Rizal.
EDISON MUNTHE