RadarOnline.id, KOTA DEPOK – Kumpulan Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (Kalam HMI) Kota Depok menggelar acara diskusi bertemakan “Quo Vadis Politik Anggaran Pemerintah Kota Depok.”
Dalam diskusi ini juga, menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya: Imam Budi Hartono (Anggota DPRD Jawa Barat), Acep Azhari (Praktisi Pendidikan dan Wirausahawan), Arif Budiman (Konsultan Pajak), Ikrafani Hilman (Sekretaris DPC PDI-P Depok), moderator Hendrik Reusuki (wartawan Elshinta), serta para aktivis, tokoh masyarakat dan media.
” Jadi diharapkan, dari hasil diskusi tersebut nantinya banyak memberikan pencerahan dan arahan bagi pembangunan ke depan Kota yang kita cintai ini,” ujar penyelenggara kegiatan Furkan Sangiang, Selasa (21/1), JPW Cafe, Grand Depok City, Jawa Barat.
Sementara itu Imam Budi Hartono, selaku anggota DPRD Jawa Barat menilai, bahwa rendahnya serapan anggaran menimbulkan tingginya sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2019. Jadi, dengan jumlah Rp 615 milyar tersebut bukanlah nilai yang kecil.
“Artinya, masih dijumpainya masalah terkait, kenyamanan dan kesejahteraan di Depok dengan kondisi APBD Rp 3,5 T dinilai sulit diatasi. Meski begitu, Kota Depok juga mendapatkan bantuan senilai Rp 70 Milyar dari Propinsi Jawa Barat,” ujar IBH sapaan akrabnya.
Imam juga menambahkan, bahwa dengan permasalahan Silpa yang cukup besar bisa diselesaikan dengan cara APBD yang pro rakyat. Jadi, kalau selama ini alokasi anggaran Rp 2 M per Kelurahan itu bisa dinaikkan menjadi Rp 6 M per Kelurahan tinggal mengkalikan saja. Kan kalau di Kelurahan anggaran itu akan terpakai.
“Sementara itu, kita bisa mengusahakan dari sumber lainnya seperti dari Propinsi dan Pusat yang selama ini belum digali secara maksimal,” pungkas IBH.
Ditempat yang sama, Pengurus Konsultan Pajak Indonesia Cabang Depok, Arif Budiman menyoroti silpa anggran pemerintah Kota Depok yang berjumlah 300 miliar. Jadi, dengan silpa yang begitu besar menunjukan ketidak mampuan pemerintah kota Depok untuk mengelola anggaran.
” Artinya, itu bentuk rel pengelola anggaran atau pemerintah Kota Depok tidak mampu mengelola anggaran untuk kesejahteraan masyarakat Kota Depok,” ujarnya.
Dia juga menyoroti ketidak mampuan pemerintah Kota Depok dalam menunjukan kepada masyarakat luas tentang identitas Depok. Jadi, sekarang saya tanya apa identitas Depok saat ini. Tidak ada, nggak ada yang kita banggakan.
“Artinya, dengan rendahnya pendapatan asli daerah yang mencapai 1,3 triliun. Padahal Kota Depok banyak potensi pajak mulai dari pajak kendaraan bermotor, restoran, bangunan seperti Apartemen,Mall serta pendapatan dari Badan Usaha milik daerah. Jadi, saya menilai APBD Depok dan PAD itu bisa lebih dari saat ini kalau ada pengelolaan yang baik dari pemerintah,” tandas Arif Budiman.
Lain halnya dengan Praktisi Pendidikan dan Wirausahawan, Acep Azhari mengungkapkan, bahwa Depok diuntungkan dengan banyaknya perguruan tinggi, sehingga meningkatkan IPM. Namun, Depok tidak memiliki Mega Proyek selama 15 tahun kepemimpinan PKS. Tapi, dia memiliki ide bagaimana memiliki manusia unggulan dengan pemikiran yang luar biasa.
“Jadi, Depok bisa punya pemasukan baru, bisa saja investasi ke Kota dan Kita yang punya potensi . Misalnya, tidak di Cianjur. Membangun infrastruktur berpikir jadi Mega proyek pemikiran yaitu Pemerintah memiliki pola pikir enterpreneur,” pungkas Acep.
Sedangkan Sekretaris DPC PDI-P Kota Depok Ikrafani Hilman menilai, bahwa Kota Depok IPM nomor 3 se-Jawa Barat. Namun, kenaikannya hanya 1,7 saja bila dibandingkan di Jawa Barat 2,5. Jadi, selama ini masih dipertanyakan dengan tingkat pendidikan warga Depok, harapan hidup dan standar layak hidup.
“Jadi, bila dibandingkan dengan Banyuwangi, Surabaya, Kulonprogo masih kalah Depok. Bayangkan, di Surabaya tiap tahun bisa menurunkan suhu 2 derajat Celcius. Kulonprogo bisa menyetop pembangunan minimarket dan yang berkembang adalah pasar tradisional serta UMKM. Apa Depok bisa seperti itu,” pungkas politisi PDI-P Kota Depok itu.
MAULANA SAID