RadarOnline.id, JAKARTA – Sungguh dunia sudah terbalik bukannya melindungi anak Justru orang tua MM (52), warga Cicariang Tasikmalaya Kota tega menyetubuhi anak kandungnya yang masih dibawah umur hingga melahirkan.
Pelaku MM melakukan persetubuhan dengan anak kandungnya sejak tahun 2018 hingga April 2019.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Drs. Erlangga mengatakan kronologi kejadian terjadi pada hari Senin, 6 Januari 2020 sekitar pukul 16.00 WIB. Pelapor selaku ibu kandung korban menerima informasi dari suaminya jika anaknya sakit perut lalu oleh pelapor dan suami anak tersebut membawa korban ke klinik Melati daerah Cicariang, Tasikmalaya, Jawa Barat untuk dilakukan pengobatan.
Dan dari hasil pemeriksaan oleh pihak Klinik Melati tersebut diperoleh informasi bahwa kemungkinan anak pelapor akan melahirkan dan disarankan untuk dibawa ke rumah sakit agar bisa memastikan benar atau tidaknya diagnosa dari klinik tersebut.
Atas saran petugas klinik Melati tersebut selanjutnya ibu kandungnya membawa korban ke Rumah Sakit dr. Soekardjo dan langsung mendapatkan tindakan dari petugas medis tersebut dan sekitar pukul 21.00 Wib korban melahirkan seorang anak laki-laki.
Setelah bayinya lahir, ibu kandung korban kemudian menanyakan kepada anaknya (korban-red) tentang siapa yang telah menghamilinya, namun korban mengatakan tidak mengetahui siapa yang menghamilinya, sampai pada akhirnya beberapa hari pasca korban melahirkan, pelapor sebagai ibu kandung korban mencurigai jika pelakunya adalah suaminya sendiri.
Setelah memastikan bahwa pelakunya adalah suaminya sendiri, kemudian ibu korban membuat laporan ke Polres Tasikmalaya Kota dan oleh Sat Reskrimum Polres Tasikmalaya Kota, pelaku MM saat ini telah ditahan untuk dimintai keterangan dan pertanggungjawaban hukumnya.
Sesungguhnya kasus ini tidak perlu terjadi jika ibu korban dan anggota masyatakat peka terhadap masalah-masalah sosial disekitarnya. Korban saat ini mengalami trauma dan segera membutuhkan pemulihan sosial dan bantuan medis.
Oleh sebab itu, demi kepentingan terbaik anak dan pendampingan psikologis korban, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Tasikmalaya dibawah Kordinasi Kantor Perwakilan Komnas Perlindungan Anak Jawa Barat segera akan segera bertemu korban dan keluarganya untuk diberikan pelayanan pendampingan psikologis secara intensif serta pelayanan medis.
Sementara untuk proses hukumnya , Komnas Perlindungan perwakilan Jawa Barat akan terus berkordiasi dengan Sat Reskrimum Unit PPA Polres Tasikmalaya Kota.
” Atas peristiwa maraknya kasus- kasus pelanggaran hak anak yang tidak dapat ditoleransi lagi di Tasikmalaya mulai dari kasus penelantaran, perebutan pengasuhan anak akibat perceraian, eksploitasi anak untuk alternatif ekonomi keluarga, kekerasan terhadap anak berupa kekerasan fisik dan kekerasan seksual serta kasus anak terpapar dengan HIV dan AIDS, anak korban bahaya narkoba dan pornografi serta meningkatannya anak kecanduan gawai dan game online, demi kepentingan terbaik anak mengajak Pemda Tasikmalaya Kota untuk segera mendeklarasikan gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan Kampung lintas profesi, masyarakat dan lintas Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (forkompimda) melibatkan tokoh masyarakat, alim ulama serta Stakeholders perlindungan anak di Tasikmalaya,” demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak kepada sejumlah media di kantornya di Jakarta Timur, Kamis (16/1).
Lebih lanjut Arist Merdeka Sirait menjelaskan, mengingat kasus kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan kemanusian dan merupakan kejahatan luar biasa, dengan demikian tidaklah berlebihan jika KOMNAS Perlidungan Anak meminta Polres Tasikmalaya Kota untuk memberikan extra perhatian terhadap kasus ini.
Oleh sebab itu, guna pengusutan lebih lanjut, Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Drs. Erlanga menuturkan bahwa pihaknya telah melakukan penangkapan terhadap pelaku yang melakukan kekerasan seksual atau kejahatan seksual terhadap putri kandungnya sendiri hingga melahirkan.
Akibat dari perbuatannya pelaku dikenakan pasal pelanggaran pasal 81 ayat (1)dan ayat (2), Junto pasal 76d subs pasal 82 ayat (1) Junto pasal 276b UU RI Nomor : 17 tahun 2016 tentang penerapan Peraturan Pemerintah pengganti UU RI Nomor: 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor : 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
Mengingat pelakunya adalah orangtua kandung korban yang seyogianya sebagai garda terdepan menjaga dan melindugi anak dan dapat ditambah sepertiga dari pidana pokoknya menjadi hukuman seumur hidup. Dan jika ditemukan bukti kejahatan seksual dilakukan berulang-ulang maka pelaku juga dapat diancam dengan hukuman tambahan berupa Kebiri (Kastrasi) melalui suntik.
RED